December 31, 2009

REVIEW: SHERLOCK HOLMES


























"Holmes for the Holiday"

Sherlock Holmes, seorang detektif yang namanya sudah dikenal banyak orang sejak kurang lebih seratus tahun lalu. Karakter fiktif ini lahir dari tangan Arthur Conan Doyle pada tahun 1887. Sangking populernya Sherlock Holmes, manga (re: komik) Jepang berjudul Conan pun terinspirasi dari karakter ini. Sherlock Holmes diceritakan sebagai seorang detektif yang sangat hebat namun suka mabuk-mabukan, sedikit angkuh, cerdas, ahli menyamar, dan juga jago bela diri. Saya sendiri belum pernah membaca novel tentang Sherlock Holmes sebelumnya maupun menonton filmnya yang terdahulu. Namun menurut saya, film Sherlock Holmes karya Guy Ritchie ini cukup menghibur, apalagi tayang di musim liburan seperti sekarang. Tagline 'Holmes for the Holiday' sepertinya sangat cocok. Pilihan Guy memilih Robert Downey Jr. untuk memerankan sang detektif pun menurut saya tepat, mengingat karakternya lumayan mendekati. Sebagai informasi, pada awal tahun 1990an, Robert adalah seorang yang sering keluar masuk penjara karena kasus kecanduan narkoba dan minuman keras. Namun sejak bermain dalam film Iron Man (2008) yang melambungkan namanya di dunia perfilman Hollywood, Robert mengaku sudah tobat dari kebiasaan buruknya tersebut. Cerita film ini sudah pasti tentang sepak terjang seorang detektif dalam mengungkap kejahatan yang ada. Berlatar belakang kota London dengan setting sekitar tahun 1900an, film ini juga membawa nuansa vintage yang asik untuk dinikmati. Akting Robert Downey Jr. sangat baik, begitu juga dengan Jude Law yang berperan sebagai teman baik Sherlock Holmes yaitu Dr. John Watson. Adanya Rachel McAdams juga menjadi pemanis dalam film yang hampir semuanya lelaki ini. Di misi kali ini, Holmes dan Watson bertugas untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan oleh Lord Blackwood (Mark Strong), seseorang yang sangat berambisi menguasi Inggris, ia juga diduga memiliki ilmu hitam. Lalu dimulailah petualangan Holmes dan Watson dalam menguak misteri dibalik ilmu hitam Lord Blackwood. Seru dan sangat menghibur sih menurut saya. Banyak adegan-adegan lucu yang ditampilkan disini. Seperti menonton kartun Conan dalam bentuk Hollywood. Hehe.. Yang belum nonton, silahkan ditonton yaa.. HAPPY HOLIDAY! :)





December 26, 2009

REVIEW : SANG PEMIMPI








































"Yang penting dari mimpi, bukanlah seberapa besar mimpi itu, tapi sebesar apa kita untuk mimpi itu."

Sang Pemimpi adalah sekuel dari Laskar Pelangi yang sangat sukses dan terkenal tahun 2008 kemarin. Kembali diangkat dari novel tetralogi Laskar Pelangi kedua, Sang Pemimpi, karya Andrea Hirata. Kalau di Laskar Pelangi kita diceritakan tentang masa kecil para anak-anak dari Belitung, kali ini Sang Pemimpi mengangkat masa remaja anak-anak tersebut yang telah beranjak dewasa. Berfokus pada pertemuan Ikal (Vikri Setiawan) dengan Arai (Ahmad Syaifullah) yang baru ditinggal mati kedua orang tuanya. Arai merupakan sepupu jauh Ikal, dikarenakan tidak ada yang mengurus, Arai lalu tinggal bersama Ikal dan keluarga. Disini diceritakan bahwa Arai adalah orang yang selalu mengajak Ikal untuk memiliki mimpi-mimpi, salah satunya adalah mimpi untuk mendapatkan beasiswa di Paris dan berkeliling Eropa. Selain Ikal dan Arai, mereka juga bersahabat dengan Jimbron (Azwir Fitrianto) yang juga adalah anak yatim piatu, seorang anak beragama islam yang soleh, namun diurus oleh salah seorang teman keluarganya yang adalah seorang pastur Katolik. Kita diajak ikut menikmati keseruan masa remaja mereka bertiga. Karakter ketiga tokoh diatas juga digambarkan dengan jelas dalam film, seperti misalnya Ikal yang lebih pendiam, namun pintar dan sangat sayang pada ayahnya. Arai, sang pemimpi yang nakal, namun selalu mempunyai daya kreatifitas yang lebih dan jatuh cinta pada teman sekelasnya, Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda). Jimbron, anak yang gagap sepeninggal orang tuanya, sangat menyukai dan terobsesi dengan kuda. Sesuai dengan judulnya, Sang Pemimpi menceritakan hal-hal positif tentang bagaiman caranya meraih mimpi-mimpi kita. Jangan hanya bermimpi yang setinggi langit, kita juga harus berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan mimpi tersebut. Saya belum membaca semua novel Andrea Hirata, jadi penilaian saya terhadap film ini dan Laskar Pelangi murni dari pandangan penonton yang sama sekali belum membaca novelnya. Menurut saya filmnya baik, namun saya tetap lebih suka dengan Laskar Pelangi. Durasi yang terlalu panjang dan banyaknya adegan yang tidak terlalu penting mungkin yang menjadi faktor kenapa film ini sedikit membosankan di pertengahan. Namun beruntung, film ini digarap oleh sutradara handal, Riri Riza, lalu akting para pemain yang luar biasa, mulai dari pemain-pemain baru remaja maupun senior seperti Mathias Muchus dan Rieke Diah Pitaloka. Kalau di Laskar Pelangi ada Cut Mini dengan karakter guru yang sangat mencuri perhatian, di Sang Pemimpi ada Nugie yang juga menjadi seorang guru bernama Pak Balia. Nugie ternyata bermain sangat baik disini. Lukman Sardi dan Ariel 'Peterpan' juga bermain di film ini sebentar, menceritakan sedikit tentang Ikal dan Arai dewasa. Siap-siap saja melihat akting mereka berdua di sekuel selanjutnya. Menurut saya Ariel bermain cukup baik untuk ukuran pemula, hanya saja wajahnya terlihat kurang meyakinkan sebagai orang 'susah'. Lukman Sardi sih cocok sekali, aktingnya pun tidak perlu diragukan lagi. Kita tunggu saja sambungannya! :)





REVIEW: THE BLIND SIDE




































"Based on the extraordinary true story"

The Blind mungkin boleh jadi salah satu film bertema sport yang menjadi favorit saya. Dengan lebih mengetengahkan unsur drama didalamnya, secara tidak diduga film ini mampu mendapatkan banyak review yang baik. Dengan modal yang tidak besar The Blind Side mampu membuat jatuh cinta orang yang menontonnya. Diangkat dari novel karya Michael Lewis berjudul 'The Blind Side: Evolution of a game' yang ditulis berdasarkan kisah nyata. Kisah hidup seorang pria bernama Michael Oher yang menginspirasi banyak orang tentang sisi kemanusiaan yang luas. Michael Oher (Quinton Aaron) adalah seorang anak remaja keturuan Afrika-Amerika berkulit hitam yang tidak mempunyai tempat tinggal. Karena latar belakang keluarga yang berantakan dan broken home, Michael Oher tumbuh menjadi anak yang anti-social dan pendiam. Namun sebenarnya ia tidak bodoh. Michael Oher bertubuh sangat besar, lebih besar dibanding orang kulit hitam lainnya. Suatu saat secara tidak sengaja ia bertemu dengan Leigh Anne Tuohy (Sandra Bullock) yang merasa simpati padanya, lalu menawarkan Oher untuk tinggal sementara waktu di rumahnya. Leigh Anne pun telah berkeluarga dan mempunyai dua orang anak. Ternyata Oher sangat cocok dengan keluarga Tuohy, ia pun akrab dengan anak bungu Leigh Anne yang bernama S.J. Tuohy (Jae Head). Film ini menceritakan kita tentang bagaimana caranya mengesampingkan semua perbedaan yang ada, entah itu perbedaan ras, golongan sosial, dll. Sangat menarik dan indah untuk ditonton. Kita bisa melihat bagaimana kisah hidup Michael Oher menjadi salah seorang pemain football yang terkenal sekarang. Saya suka dengan film ini. Mungkin untuk sebagian orang akan menjadi sedikit membosankan, tapi tidak untuk saya. Film ini memiliki makna yang dalam, apalagi diangkat dari kisah nyata. Beberapa bagian di film ini juga berhasil membuat saya terharu. Menurut saya ini adalah film terbaik dari Sandra Bullock so far. Aktor Quinton Aaron yang memerankan Michael Oher juga sangat cocok, ekspresi mukanya yang datar dan sedih pas sekali dengan karakter Michael Oher dalam film. Si kecil Jae Head juga luar biasa dalam berakting, berhasil menghidupkan suasana dalam film. Overall, The Blind Side is one of the best 'drama-sport' I've ever seen.












































































(The real family: Sean Tuohy, Michael Oher, Leigh Anne Tuohy)

December 18, 2009

REVIEW: AVATAR




































"You are on Pandora, ladies and gentleman."

Avatar membuat saya terkesima dan tidak dapat berkata-kata. James Cameron memang seorang yang jenius dalam dunia perfilman, sangat visioner. Setelah membuat Titanic (1997) yang sukses menjadi box office di seluruh dunia, James memang memfokuskan pikirannya pada proyek baru yang dinamakan Avatar. Nama Avatar sudah didaftarkan sejak 12 tahun yang lalu, jadi Avatar karya James Cameron ini sama sekali bukan kartun Avatar The Legend of Aang. Kartun Avatar memang juga akan tayang di layar lebar tahun depan, tapi dengan nama The Last Airbender, karena tidak dapat menggunakan nama Avatar yang telah lebih dulu didaftarkan James Cameron. Saya tadinya tidak berharap banyak ketika melihat trailer yang ada dan makhluk biru yang awalnya menurut saya aneh. Tapi nama James Cameron sungguh membuat saya sangat tertarik untuk harus menonton film ini, apalagi James bilang kalau Avatar adalah proyek impiannya. Dan ternyata ini memang film yang akan membawa pikiran dan hati anda ke negeri 'impian' bernama planet Pandora. Sebuah planet yang sangat indah, malah bisa dikatakan luar biasa indah. Semua yang ada di film ini terlihat sangat real, seperti nyata. Saya menonton yang versi 3D dan semua efek disini membuat saya terkagum-kagum. James Cameron memang seorang perfeksionis, ia memperhatikan semua detail yang ada, sampai-sampai rasanya tidak ada kekurangan apapun dalam segi special effects. Biasanya film dengan efek yang keren dan canggih kurang didukung dari faktor cerita, tapi beda dengan Avatar. Avatar berhasil memadukan efek yang super canggih dengan jalan cerita yang sangat baik. Saya tidak akan menceritakan sinopsis film ini disini, agar semua yang menonton akan lebih menikmati. Trik James Cameron untuk tidak memperlihatkan apapun dalam trailernya juga saya acungi dua jempol, hal itu membuat anda penasaran setengah mati. Tidak membuat anda menggebu-gebu untuk segera menonton film ini, namun setelah anda menonton, anda akan terpukau. Imajinasi anda akan dibuat melayang-layang ketika sedang menonton Avatar. Planet Pandora digambarkan dengan sangat indah, beserta seluruh penghuninya suku Na'vi dan berbagai macam binatang unik yang ada disana. Semua luar biasa. Pilihan James untuk memakai Sam Worthington dan Zoe Saldana sebagai bintang utama juga tepat sekali. Akting dan chemistry mereka sangat pas dan cocok. Apalagi film ini juga didukung oleh Sigourney Weaver, Stephen Lang, dan Michelle Rodriguez. Durasi yang hampir tiga jam sama sekali tidak membuat saja jenuh. Saya malah seperti merasa sedang berada di planet lain selama beberapa jam itu. Sepertinya semua yang ada dalam Avatar sangat sempurna, dari mulai efek, cerita, ending, akting, soundtrack. Perfect! Sebuah film yang wajib anda tonton, datanglah dengan ekspektasi bahwa anda akan disuguhkan film imajinasi unik yang luar biasa.





December 12, 2009

REVIEW: (500) DAYS OF SUMMER








































"I love her smile. I love her hair. I love her knees. I love how she licks her lips before she talks. I love her heart-shaped birthmark on her neck. I love it when she sleeps."

Salah satu film yang paling saya tunggu-tunggu dari beberapa bulan lalu, akhirnya jadi film terakhir saya di JiFFest tahun ini. Dan pilihan yang sangat tepat! I love love LOVE it! Hal pertama yang paling membuat saya tertarik untuk menonton film ini adalah Zooey Deschanel, ohh I love her! Hal kedua adalah judulnya yang sangat catchy, (500) Days of Summer. Ketiga adalah karena sinopsis dan trailernya yang kelihatannya memang menarik. Keempat adalah soundtracknya yang kebetulan saya sukai, ada Carla Bruni, The Smith, The Temper Trap, dan masih banyak lagi. Keren! Senangnya bisa punya kesempatan untuk menonton film ini di bioskop. Dan filmnya bukan romantic comedy seperti biasanya, 'this is not a love story'. Tentang Tom Hensen (Joseph Gordon-Levitt) yang sangat tergila-gila dengan Summer Finn (Zooey Deschanel). Namun sayangnya Summer tidak percaya dengan keberadaan cinta dan ia tidak ingin terikat apapun dengan Tom. Mereka menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih namun tidak berpacaran. Ketika tiba-tiba Summer memutuskan hubungan mereka, Tom langsung patah hati. Film ini memperlihatkan kita kisah Tom dan Summer dalam 500 hari. Dari mulai mereka baru kenal sampai akhirnya hati Tom hancur lebur. Cara penuturan cerita terbilang unik, bisa dibilang sangat tidak biasa. Beberapa animasi yang diselipkan disini semakin membuat film ini 'fresh'. Joseph Gordon-Levitt menurut saya semakin berhasil unjuk gigi di perfilman Hollywood, banyak yang menyebut dirinya sebagai 'the new Heath Ledger'. Well, saya setuju-setuju saja, karena memang ia bisa berakting dan lumayan pandai memilih peran. Lalu, Zooey Deschanel yang cantiknya bukan main. Saya bingung koq matanya bisa sebagus itu yaa? Haha.. Masalah akting, yaa cocok sekali dengan peran Summer yang ia mainkan disini. Menurut saya (500) Days of Summer berhasil menawarkan sebuah film ber-genre romantic comedy namun dengan cara penyajian yang lebih segar, menghibur, realistis, dan tidak klise. Dengan chemistry hebat dari kedua pemeran utamanya, script yang oke, dan visualisasi indah, tidak heran kalau film ini mendapat rating dan review yang sangat baik.





REVIEW: DEPARTURES (おくりびと)




































"The gift of last memories"

Departures really touched me to tears. Yup, saya nangis nonton film ini. Sebetulnya sudah punya dvd bajakannya dari kemarin-kemarin dan saya juga sudah sempat nonton sekitar 20 menit, tapi saya matiin. Karena teksnya berantakan banget, apalagi ini film Jepang, saya jadi kurang mengerti. Sempat berfikir kalau film ini kurang bagus, tapi untungnya JiFFest 2009 menayangkan film ini. Jadi saya coba untuk beli tiketnya, ternyata .. saya suka film ini. SANGAT SUKA. Memang yaa, seperti yang sering saya tulis sebelumnya, nonton di dvd bajakan dan di bioskop beda banget. Kalau di bioskop semua jelas, fokus kita hanya tertuju pada film. Saya benar-benar bersyukur memilih film ini menjadi salah satu film saya di JiFFest. Ceritanya tentang Daigo Kobayashi (Masahiro Motoki) yang berprofesi sebagai pemain cello di sebuah orkestra. Namun sangat disayangkan oskestra tersebut harus bubar karena sepi peminat. Daigo lalu kembali ke kampung halamannya bersama sang istri tercinta Mika Kobayashi (Ryoko Hirosue). Ketika sedang membaca koran, ia menemukan sebuah lowongan pekerjaan. Di lowongan tersebut tertulis 'departures', tadinya ia kira ini adalah pekerjaan mengantar orang seperti misalnya travel agent. Lalu keesokan harinya ia pun datang ke alamat yang tertera pada lowongan tersebut. Kaget bukan main, ternyata pekerjaannya adalah 'mengantar' orang yang sudah meninggal. Tadinya ia tidak jadi menerima pekerjaan tersebut, namun karena gajinya besar, Daigo pun memutuskan untuk mencoba. Istri dan orang-orang sekitarnya tidak setuju dengan pekerjaan Daigo ini, karena mereka menganggap kalau pekerjaan merias mayat adalah pekerjaan rendah dan membuat malu. Daigo yang tadinya setengah hati dalam menjalankan pekerjaannya lambat laun malah mencintai pekerjaan itu. Film ini benar-benar berhasil menyentuh hati saya. Di mata saya, Departures sempurna tanpa cela. Didukung pula dengan soundtrack yang pas. Di awal film, kita disuguhi lelucon-lelucon lucu yang membuat tertawa, tapi seiiring dengan berjalannya film, emosi kita akan ikut larut didalamnya. Sampai di akhir, air mata pun tidak dapat terbendung lagi. Film ini membuat saya teringat akan almarhum ayah saya yang meninggal belasan tahun lalu. I miss him a lot after watched this film. Kalau anda pernah kehilangan anggota keluarga yang anda cintai, menonton film ini saya jamin anda akan menangis seperti saya. Hebat sekali Departures dapat membangun emosi penonton dari yang tadinya datar saja namun semakin lama menuju ke titik klimaks. Banyak kalimat-kalimat disini yang membuat saya terharu. Akting para pemain juga bisa dibilang sempurna, terlebih pemeran utama, Masahiro Motoki. Departures pastinya mulai sekarang akan jadi salah satu film favorit saya. A-MUST-WATCH. :)




REVIEW: ZOMBIELAND




































"The first rule of Zombieland: Cardio"

Yeahh..welcome to Zombieland, peoples! Jangan kira ini film horror, karena dijamin film ini akan membuat anda tertawa. Ceritanya tentang Amerika yang terjangkit suatu virus sejenis 'sapi gila', tapi ini dengan versi yang lebih parah. Virus tersebut merubah manusia menjadi seperti zombie, kelaparan dan sangat ingin makan daging manusia. Hanya tinggal beberapa manusia yang berhasil bertahan hidup, salah satunya adalah Columbus (Jesse Eisenberg). Ia hanya tinggal sendiri karena semua keluarganya berada di Columbus. Berpatokan pada aturan-aturan miliknya yang ia karang dan catat sendiri, Columbus berhasil hidup diantara para zombie-zombie kelaparan tersebut. Ketika dalam perjalanan menuju ke tempat keluarganya, tidak sengaja ia bertemu dengan Tallahassee (Woody Harrelson) yang mengendarai sebuah mobil dan sedang menuju ke Florida. Kebetulan daerah itu sejalan dengan tujuan Columbus, maka dari itu ia pun ikut menumpang. Tallahassee adalah seorang pria pemberani yang sangat suka membunuh zombie, baginya itu seperti permainan. Ia pun terobsesi dengan makanan kecil, Twinkie. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan kakak beradik Wichita (Emma Stone) dan Little Rock (Abigail Breslin). Akhirnya mereka berempat pun terlibat dalam petualan seru di dunia para zombie. Saya suka sekali dengan komedi segar yang ditawarkan dalam Zombieland. Dengan memadukan genre action, horror, dan comedy, menurut saya film ini sangat-amat-berhasil-sekali. Di satu sisi saya tertawa keras melihat lelucon-lelucon yang ditampilkan, tapi sisi lain riasan para zombie disini lumayan membuat saya takut. Hehe.. Para pemain yang dipilih juga sangat pas dengan karakter masing-masing, Woody Harrelson dengan perangai jagoannya, lalu Jesse Eisenberg yang sangat cocok menjadi si 'nerd', Emma Stone yang tampil sangat cantik disini pun membawa kualitas akting yang lumayan baik, dan Abigail Breslin yang semakin besar semakin menunjukkan performanya dalam seni peran. Lalu yang membuat film ini semakin menarik adalah dengan adanya kehadiran Bill Murray. Bill yang memang terkenal dengan Ghost Buster dulu mungkin akan merasa seperti reuni, karena Zombieland ini hampir setipe dengan Ghost Buster. Walaupun Bill Murray hanya tampil beberapa menit disini, namun sangat menyegarkan. Menurut saya Zombieland wajib ditonton. You definitely will love it! :)





December 10, 2009

SHORT JIFFEST MOVIE REVIEWS: MAMMOTH, COCO AVANT CHANEL, EVERLASTING MOMENTS, & LOVE THE BEAST






































Mammoth adalah film tentang sebuah keluarga kecil yang setiap individunya mempunyai masalah dan pemikiran masing-masing. Bukan hanya di dalam film ini saja, di keluarga dan orang-orang sekeliling kita pun pasti mempunyai jalan pikirannya sendiri. Film ini memperlihatkan kita bagaimana suatu masalah dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Gael Garcia Bernal dan Michelle Williams cukup cocok bermain sebagai sepasang suami istri muda di jaman modern seperti sekarang, meskipun di film ini mereka lebih banyak berada dalam frame berbeda. Sang anak yang diperankan Sophie Nyweide sangat lucu dan menggemaskan, bisa jadi saingan anak-anak lain di Hollywood nih! Mammoth bukan hanya drama keluarga seperti film biasa, cerita yang simple dan tidak biasa ini lah yang mengandung banyak pelajaran yang bisa kita petik dalam kehidupan. Bagi sebagian orang mungkin akan bosan karena durasi yang panjang, tapi kalau dihayati, film ini mengandung esensi kehidupan yang sebenarnya.







































Sedikit kecewa! Saya berharap kalau film ini akan menampilkan sisi seorang Gabrielle Chanel yang dengan susah payah membangun usaha fashionnya menjadi sebuah brand fashion raksasa dunia. Tapi ternyata film ini malah hanya menyuguhkan sisi percintaaannya saja. Saya tidak bilang kalau film ini jelek, hanya saja tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Percintaan disini juga tidak istimewa, malah sedikit membosankan dan monoton untuk saya. Mungkin karena saya selalu menanti kapan sisi fashionnya akan diselipkan, ternyata sangat sedikit sekali. Tapi seperti biasa, Audrey Tatou tampil sangat brilian disini, pas sekali memerankan tokoh Coco Chanel. Harapan yang terlalu besar lah yang sepertinya membuat saya kecewa dengan Coco Avant Chanel.







































Film Swedia ini bercerita tentang kehidupan seorang wanita bernama Maria Larsson (Maria Heiskanen) yang memenangkan undian lotere berhadiah sebuah kamera. Karena tidak tahu cara penggunaannya kamera tersebut hanya disimpan di lemari. Bertahun-tahun kemudian ketika sudah menikah dengan Sigfrid Larsson (Mikael Perstbrandt) dan mempunyai beberapa orang anak, Maria dan keluarga mengalami kesulitan ekonomi. Secara tidak disengaja Maria menemukan kamera yang dimenangkannya dulu, lalu ia berencana untuk menjualnya. Akan tetapi nasib berkata lain. Ternyata dari kamera tersebut akhirnya Maria berhasil meringankan beban keluarganya dengan hasil fotonya yang luar biasa. Film keluarga yang indah kalau menurut saya. Dengan pendalaman tiap karakter yang sangat detail, membuat kita merasa mengenal karakter dalam film ini, terutama Maria Larsson. Gambar film ini pun terasa sangat klasik dan indah dengan nuansa warna sephia. Menurut saya film ini cantik, klasik, dan didukung dengan sentuhan vintage yang indah.







































Love the Beast ini film dokumenter yang bercerita tentang Eric Bana dan mobil kesayangannya, Beast. Disutradarai langsung oleh Eric sendiri. Film ini menyajikan kehidupan seorang Eric Bana yang terobsesi dengan dunia balap dan sangat mencintai mobil Ford Falcon XB Coupe yang dibelinya sejak berusia 15 tahun. Ikatan yang sangat erat antara ia dan mobilnya itu dibeberkan dengan jelas disini. Dari waktu ia belum menjadi artis Hollywood terkenal, Beast (re: nickname mobil Eric) lah yang setia menemani. Saya suka dengan film ini, karena mungkin saya juga suka dengan Eric Bana. Kalau kamu kurang suka dengan dunia otomotif dan tentunya Eric Bana sendiri, saya tidak menyarankan untuk menonton film ini. Meskipun sebenarnya di film ini ada makna bagus yang dapat diambil yaitu kecintaan seseorang dengan benda mati. Sebuah benda yang mempunyai sejarah khusus dengan kita, ikatan yang sangat kuat dan tidak dapat digantikan dengan apapun. Saya sangat suka dengan segmen obrolan Eric dengan Jay Leno dan Dr.Phil McGraw disini, sangat inspiratif sih menurut saya. Overall, saya sangat menikmati sekali. :)

December 6, 2009

REVIEW: THE DAMNED UNITED




































"They love me for what I'm not... ...they hate me for what I am."

Film pertama saya di JiFFest adalah The Damned United. Dan ternyata pilihan saya tidak salah. The Damned United tidak hanya bercerita tentang sepak bola saja, akan tetapi juga mengenati keberhasilan, kegagalan, usaha, kegigihan, kesalahan, persahabatan, dan cinta. FYI, saya terlambat masuk theater sekitar 20 menit, jadi awal filmnya saya ketinggalan. Untungnya, masih bisa dimengerti sampai akhir. Jadi kira-kira begini ceritanya, Brian Clough (Michael Sheen) yang berprofesi sebagai manajer klub sepak bola dan asisten sekaligus teman baiknya, Peter Taylor (Timothy Spall) berhasil membawa klub Derby County yang tadinya berada di level paling bawah divisi II ke puncak divisi I. Suatu pretasi yang sangat amat membanggakan. Nama Brian Clough pun menjadi terkenal seantero Inggris karena keberhasilannya itu. Namun suatu ketika, para pemilik yang memegang saham Derby County meminta Brian untuk mengalah pada pertandingan melawan salah satu klub ternama karena alasan faktor materi. Tidak dipungkiri dalam dunia persepakbolaan memang banyak kecurangan semacam ini atau biasa disebut 'main sabun'. Maaf nih kalau salah, mungkin para cowok pecinta sepak bola bisa bantu dengan penjelasan yang lebih tepat. Hehe.. Lalu, Brian pun tidak menuruti permintaan mereka, karena ia sangat menjunjung tinggi sportivitas dalam sebuah permainan sepak bola. Akibatnya ia dan Peter Taylor pun dipecat dari Derby. Karena masalah ini persahabatan mereka pun diuji, Peter yang sudah sangat nyaman bekerja di Derby pun tidak terima dirinya dipecat karena ulah Brian. Akhirnya Brian menerima tawaran untuk menjadi manajer di klub kenamaan Leeds United, yang selalu menjadi 5 besar divisi I. Ternyata menangani klub yang namanya sudah besar tidak semudah yang diduganya. Banyak tantangan dan cobaan yang harus dilalui. Dan itu semua tentu tidak mudah. Well, saya suka sekali dengan film ini. Cara penuturannya sangat unik dan penataan gambar juga terlihat indah dengan sentuhan vintage yang cantik. Akting Michael Sheen tidak perlu diragukan lagi, ia kembali mengulang akting briliannya dalam Frost/Nixon beberapa waktu lalu. Kali ini berperan sebagai Brian Clough, bukan hanya mirip akan tetapi kharisma yang ditampilkan juga luar biasa. Tidak terbayang kalau bukan Sheen yang main disini. Two tumbs up! Tali persahabatan antara Brian Clough dan Peter Taylor juga tervisualisasi dengan baik oleh Michael Sheen dan Timothy Spall, sampai-sampai adegan akhir film ini membuat saya tertawa keras. Haha.. Film ini diangkat dari novel berjudul sama, The Damned Utd karya David Peace, ditulis berdasarkan kisah nyata seorang Brian Clough yang disebut-sebut sebagai manajer klub sepak bola terbaik di Inggris sampai sekarang. Boleh ditonton nih guys, apalagi untuk para pecinta sepak bola. Dijamin kamu jadi tahu ternyata menjadi seorang manajer klub sepak bola itu tidak semudah yang semua orang kira. :)