October 9, 2013

REVIEW: FLU (감기)

"Death is in the air you breathe."

Film Korea tidak dapat dipungkiri memang mulai banyak membanjiri konten bioskop tanah air belakangan ini. Saya pribadi sebetulnya tidak terlalu excited bila harus menyaksikan film Korea di bioskop, underestimate mungkin. 'Ah, di dvd saja!', begitu biasanya. Lagipula drama Korea juga terlalu melekat dengan kisahnya yang mendayu-dayu dan unyu (baca: menye-menye). Namun film-film Korea terakhir yang saya tonton di bioskop ternyata tidak mengecewakan sama sekali. Terakhir saya menonton Mr.Go (2013) yang menurut saya merupakan film keluarga yang menyenangkan untuk ditonton. Begitu melihat ada film FLU, saya langsung penasaran, entah kenapa saya memang selalu tertarik dengan film-film bertemakan disaster atau virus seperti Contagion (2011) misalnya. Seru saja!

Tidak ada ekspektasi apapun saya akhirnya menyaksikan FLU pada pemutaran premiere-nya. Dan saya pun tidak menyangka dapat dibuat tegang dari awal sampai akhir film. Tempo film sendiri berjalan sangat cepat sehingga dari awal saya tidak merasa bosan sama sekali, mengingat durasi film yang cukup panjang. Memang, seperti pada film Korea yang lain, ada beberapa scene yang terlalu diulur, dengan kata lain 'too much drama', tetapi secara keseluruhan FLU menurut saya adalah one of the best Korean movie I've seen. Penggarapannya maksimal, jalan cerita menarik, para pemain aktingnya luar biasa. Hal-hal minor yang menjadi kekurangan seperti efek CGI yang masih jelek sekali menurut saya tidak terlalu menjadi masalah, intinya I enjoyed this movie so much.

Cerita dimulai ketika adanya sebuah virus mematikan yang berasal dari sebuah kontainer perdagangan manusia dari Filipina menuju Korea. Bundang, yang menjadi tujuan kontainer itu pun langsung menjadi sorotan karena dalam kurang dari 24 jam virus flu mematikan ini menyebar dengan sangat cepat keseluruh penjuru kota. Kematian yang sangat cepat dan mengenaskan ini terjadi bertubi-tubi sebelum pemerintah sempat mengambil tindakan lebih lanjut, masyarakat Bundang terjangkit virus ini setiap menit!

Kang Ji Goo (Jang Hyuk) adalah seorang petugas pemadam kebakaran. Suatu hari ia menyelamatkan Kim In Hae (Soo Ae), seorang dokter muda cantik yang ternyata sudah memiliki seorang anak perempuan, Kim Mi Reu (Park Min Ha). Ji Goo pun jatuh cinta pada pandangan pertama pada In Hae, namun sayang tidak lama setelah itu, wabah virus mematikan tersebut langsung mengguncang kota Bundang. Ji Goo pun berusaha sekuat tenaga untuk melindungi In Hae dan putrinya agar selamat dari wabah virus flu.

Bersiap-siap untuk jatuh kecil dengan gadis kecil bernama Park Min Ha! Aktingnya super duper jempolan! Anda akan dibuat tertawa dan terharu melihat tingkah lugu dan menggemaskan Min Ha dalam film ini. But seriously, I think I've never seen a little girl who can act sooo natural like her. Jang Hyuk juga bermain sangat baik dalam film ini. Bicara soal aktor Korea, Jang Hyuk memang merupakan salah satu aktor favorit saya juga selain Cha Tae Hyun (My Sassy Girl, Hello Ghost). Soo Ae pun berhasil mengimbangi Jang Hyuk dan mereka terlihat cocok bermain dalam satu frame. Para pemeran pendukung yang lain juga oke dengan karakternya masing-masing, terutama sang presiden! God, he's so cool! Kalian harus lihat bagaimana si Pak Presiden ini kebingungan menangani kasus yang ada apalagi ditambah tekanan sana sini dari pihak luar negri dan pada akhirnya keputusan yang diambil pun membuat seisi bioskop tepuk tangan. Kharismatik, itu lebih tepat.

Akhirnya saya bisa bilang bahwa FLU adalah film yang layak untuk ditonton. It's a good movie, really. Tidak sempurna memang, jalan cerita juga lumayan klise memang, tapi tempo cerita dibuat sangat intens dan seru untuk ditonton. Penonton akan dibuat tegang, tertawa geli, sampai terharu, emosi dijamin campur aduk! Ini memang jagonya film maker Korea! Selagi menonton FLU kalau ada orang sebelah anda yang batuk-batuk pasti anda akan jadi parno sendiri, like what happened to me lol. But seriously, go see it guys, this movie was an enjoyable one for me, I'm sure you will enjoy it too. :)





October 8, 2013

REVIEW: GRAVITY 3D

"Do you dare to live in space?"

Saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang astronot. Membayangkan berkunjung ke luar angkasa saja sudah membuat saya bergidik ngeri. Namun tema yang diangkat Gravity karya Alfonso Cuaron ini berhasil membuat saya penasaran seperti apa sih rasanya hidup di luar angkasa. Saya tidak ingat apakah saya sempat bernafas di beberapa menit awal film, that's just how intense the opening minutes of Gravity are. Visualisasi yang spektakuler berhasil membuat penonton terkesima dengan gambar yang disajikan di layar, sound minim yang sengaja diciptakan pun semakin menambah ketegangan. Lama kelamaan intensitas yang sudah ada dari awal pun semakin terbangun dan membuat anda seakan sesak napas.

Gravity bercerita tentang Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) dan Matt Kowalski (George Clooney). Kowalski adalah seorang astronot veteran yang sudah sering berkunjung ke luar angkasa dan ia sangat menikmati hal itu. Stone adalah seorang ilmuwan yang sedang menjalani misi pertamanya ke luar angkasa untuk mengimplementasikan teknologi temuannya pada Hubble telescope. Lima belas menit pertama dalam film ini kita diperlihatkan apa yang mereka kerjakan di luar angkasa dan setelah itu terdengarlah pesan bahwa misi dibatalkan karena adanya serpihan pecahan pesawat Russia. Suasana menjadi tegang ketika Stone dan Kowalski tidak bisa lagi melakukan komunikasi ke Bumi, pesawat mereka pun hancur, dan mereka mau tidak mau harus mencari cara agar bisa selamat di luar angkasa. Dengan sisa oksigen yang tidak banyak, waktu yang sedikit, mereka berdua harus beradu dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Sandra Bullock dan George Clooney menurut saya merupakan pasangan yang pas, chemistry yang terjalin dalam film ini sangat terasa dan masing-masing dari mereka pun memberikan performa akting yang brilian. Karakter masing-masing yang dimainkan juga sepertinya menempel sempurna pada keduanya. Alfonso Cuaron sepertinya paham betul dengan apa yang ia buat kali ini, ia seperti menciptakan sebuah seni berlatar belakang angkasa luar. Indah sekali. Mulai dari movement para pemain, pemandangan bumi dari atas, luar angkasa itu sendiri, sampai pecahan-pecahan puing yang dasyat. Mungkin ada beberapa orang yang tidak terlalu suka menonton film tiga dimensi, but trust me for this one you gotta watch the 3D version. Luar angkasa, adalah latar belakang yang tepat untuk menunjukkan pada penonton bagaimana efek 3D dapat begitu terasa dalam sebuah film serta sensasi menonton yang amat beda.

Terus terang jalan cerita Gravity memang bisa dibilang sangat simple. Saya yakin bagi sebagian orang film ini akan terasa membosankan, I think with this kind of movie it's either you love it or you hate it. Namun menurut saya pribadi, kesuksesan sang sutradara mengemas film ini sedemikian rupa dengan hanya diisi oleh dua aktor merupakan sebuah prestasi yang cemerlang. Ide yang sederhana ini berhasil ia tuangkan menjadi sebuah tontonan berseni. It is very, very, intense. Kudos untuk pengamatan detail Cuaron pada suara yang ada dalam film ini, dimana hal ini semakin menambah ketegangan dalam setiap scene-nya. Gravity surely gave me a whole different cinematic experience.