December 28, 2010

REVIEW: THE TOURIST







































"It all started when he met a woman."

Angelina Jolie dan Johnny Depp dalam satu film? Siapa yang tidak tertarik untuk menonton! Sexiest Man dan Sexiest Woman Alive versi majalah People ini tentu saja membuat banyak orang ingin menyaksikan The Tourist. Di atas kertas, film ini memang sangat menjanjikan. Film bertema romantic thriller ini disutradarai oleh sutradara asal Jerman yang pernah menyutradarai film The Lives of Others (2006), Florian Henckel von Donnersmarck. Skripnya selain ditulis oleh Donnersmarck, ditulis juga oleh Christopher McQuarrie (The Usual Suspects) dan Julian Fellowes (Gosford Park). Terlebih seperti yang sudah saya singgung diatas, The Tourist menampilkan penampilan perdana kedua megastars Hollywood dalam satu frame. Sebelum menonton film ini, saya membayangkan kalau filmnya pasti akan menonjolkan sisi sensual kedua bintang utamanya itu dan ternyata perkiraan saya tepat. Kedua bintang inilah yang menjadi nilai jual utama The Tourist.

Film dimulai di salah satu kota terindah di dunia; Paris, dengan salah satu aktris tercantik Hollywood; Angelina Jolie. Elise Clifton-Ward (Angelina Jolie) sedang berada di Paris dan dimata-matai oleh kawanan intel Scotland Yard yang dikepalai oleh inspektur John Acheson (Paul Bettany). Mereka berharap agar Elise bisa membawa mereka kepada kekasihnya yang merupakan seorang buronan bernama Alexandre Pearce yang terlibat kasus pencurian uang dalam jumlah sangat besar. Sialnya, seorang turis asal Amerika bernama Frank Tupelo (Johnny Depp) yang malah kena batunya. Setelah ia berkenalan dengan Elise dalam perjalanan ke Venice di sebuah kereta, ia malah dikira sebagai Alexandre yang operasi plastik dan dikejar-kejar oleh kawanan intel dan juga bos besar mafia Rusia bernama Reginald Shaw (Steven Berkoff) yang tidak rela uangnya dibawa kabur ratusan juta dollar.

Saya akan mulai dari hal-hal baik dalam film ini. Pertama, saya suka pemandangan dalam film ini; Paris dan Venice bagi saya sangat indah dan romantis. Saya juga suka Johnny Depp, jadi terus terang saya asik saja tadi menonton. Angelina Jolie juga terlihat sangat anggun dan cantik sekaligus menggoda dalam The Tourist. Sisanya? Biasa saja. Plot cerita bisa dikatakan tidak ada yang istimewa, apalagi twist pada ending film yang menurut saya lumayan pasaran. Film ini terlihat sekali hanya menjual nama besar Angelina Jolie dan Johnny Depp, banyak scene yang memang terlihat mengekspos kedua bintang ini. Bukan hal buruk memang, karena kualitas akting Jolie dan Depp tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Sayangnya, chemistry mereka disini tidak maksimal, menurut saya kurang alami dan terlihat seperti dibuat-buat. Saya tidak mengatakan kalau film ini buruk juga, karena saya lumayan terhibur meskipun pastinya tidak akan memorable dalam ingatan. Nuansa Eropa sangat kental dalam film ini, jangan berharap banyak adegan tembak menembak dan action super seru, karena adegan romantis lebih menonjol dibanding action. Well, tidak ada salahnya menonton The Tourist sebagai hiburan, kapan lagi melihat Jolie dan Depp dalam satu film? :)





December 20, 2010

REVIEW: TRON: LEGACY 3D







































"The Grid. A digital frontier. Ships, motorcycles. With the circuit like freeways. I kept dreaming of a world I thought I'd never see."


TRON: Legacy is a good movie, but not a great one. Biar bagaimana pun saya harus mengakui kalau film ini sangat menghibur dari segi visual efek yang ditawarkan, namun di sisi lain plot ceritanya sangat dangkal. TRON: Legacy adalah sekuel dari sebuah film live-action produksi Disney yang kurang sukses pada tahun 1982 berjudul Tron. Film tersebut mendapatkan hasil Box-Office yang mengecewakan. Peruntungan kembali dicoba dalam sekuel terbaru ini yang tentunya memboyong teknologi visual yang lebih canggih, sepertinya kali ini TRON: Legacy berhasil mencapai angka yang lumayan, buktinya film ini berhasil menduduki peringkat satu dalam tangga Box-Office minggu ini. Terus terang, TRON: Legacy memang masuk ke dalam list 'most anticipated movie 2010' saya, trailernya yang keren pasti membuat semua orang yang melihat menjadi penasaran dan menaruh ekspektasi tinggi, terlebih pada versi 3D-nya. Entah apa karena ekspektasi yang terlalu tinggi, saya merasa kurang puas menonton versi 3D film ini. Tidak ada efek-efek 3D yang 'luar biasa', saya rasa menonton 2D saja sudah cukup keren karena memang setting dalam filmnya sudah dibuat sedemikian futuristik.

Film dibuka pada tahun 1989 dimana kita dikenalkan dulu kepada Sam Flynn, anak dari Kevin Flynn (Jeff Bridges); seorang pemilik perusahaan software komputer: Encom. Tiba-tiba Kevin menghilang dan Sam pun sedih ditinggal sang ayah. Dua puluh tahun telah berlalu, Sam (Garrett Hedlund) yang tadinya diasuh kakek dan neneknya sekarang sudah tinggal sendiri, dengan sisi financial berkecukupan, memiliki motor keren, dan tempat berteduh dengan pemandangan yang indah. Suatu hari kolega sang ayah mendatangi Sam dan berkata kalau ia mendapat pesan dari Kevin pada pager yang ia miliki. Sam pun mendatangi kantor lama ayahnya dan secara tidak sengaja ia tersedot dan masuk kedalam dunia digital hasil ciptaan sang ayah, The Grid. Kebingungan dan tidak tahu apa yang sedang dialaminya, Sam kemudian dipertemukan dengan sosok sang ayah yang masih tetap muda, tidak berubah sama sekali semenjak dua puluh tahun yang lalu. Tapi di sisi lain dalam The Grid, Sam juga bertemu sosok ayahnya yang sudah menua. Ternyata sang ayah juga menciptakan kloning dirinya, dan 'kembarannya' tersebut terlalu mengejar kesempurnaan sehingga bertindak semena-mena. Sam dan Kevin, ditemani Quorra (Olivia Wilde), bersama-sama menuju portal untuk kembali ke dunia manusia dengan waktu yang terbatas. Tentu saja mereka harus melewati dulu halangan dari Clu (kloningan Kevin Flynn) dan anak buahnya.

Kelemahan paling parah dari TRON: Legacy adalah plot dan dialog. Sedangkan nilai lebih datang dari segi visual efek dan soundtrack karya Daft Punk yang futuristik sehingga cocok dengan filmnya. Akting Garrett Hedlund sebagai pendatang utama di film ini lumayan baik, meskipun belum bisa disejajarkan dengan aktor-aktor muda Hollywood yang lain. Setelah ini Hedlund harus pintar memilih film yang akan dibintanginya agar namanya bisa segera menyusul Shia Labeouf dan lain-lain. Jeff Bridges tentu saja bermain baik, tetapi pada sosok Kevin Flynn muda, saya merasa efeknya terlalu 'lebay' sehingga Jeff Bridges malah terlihat seperti kartun, ohh well... Olivia Wilde juga tidak saya sangka bisa sekeren ini dengan perannya sebagai Quorra. Saya juga senang melihat Michael Sheen sekilas dengan peran uniknya sebagai Zuse. Secara keseluruhan, mungkin TRON: Legacy tidak sesuai dengan ekspektasi saya yang tinggi, namun menonton film ini dan mendapatkan suguhan efek yang modern dengan diiringi musik Daft Punk rasanya plot cerita dangkal bisa sedikit termaafkan. Jika anda mencari tontonan hiburan yang memang sudah anda ketahui hanya mengandalkan stunning visual effects, then go see this movie! Meskipun secara keseluruhan, saya merasa TRON: Legacy tidak akan tinggal lama dalam ingatan saya. :)





December 19, 2010

REVIEW: DEVIL






































"One of these people might be the Devil."

Pada poster Devil kita bisa membaca dengan jelas tulisan 'From the mind of M. Night Shyamalan', hal ini merupakan trik pemasaran yang bisa dibilang tidak terlalu pintar, tapi juga tidak terlalu bodoh. Tidak pintar karena film-film terakhir Shyamalan, seperti The Last Airbender (2010), The Happening (2008), dan Lady in the Water (2006) hancur lebur di pasaran. Tetapi tidak bodoh juga, karena dari Shyamalan lah The Sixth Sense (1999) yang fenomenal itu dihasilkan, seterusnya Unbreakable (2000) dan Signs (2002). Jadi bagaimana dengan Devil? Apa berhasil mengangkat nama Shyamalan lagi? Tidak terlalu. Tapi saya akui kalau ide Shyamalan dalam Devil lumayan bagus, eksekusi John Erick Dowdle selaku sutradara juga terbilang baik. Namun entah kenapa saya tidak terlalu merasa ada yang istimewa dalam film ini. Terror? Iya. Kaget? Iya. Seram? Lumayan. Bagus? Biasa.


Cerita Devil sederhana saja, tentang Tuhan dan iblis. Diceritakan kalau iblis itu ada disekitar kita dan iblis tersebut sedang mendatangi sebuah gedung dan mempunyai rencana jahat didalam sebuah lift. Dalam lift terdapat lima orang, tiga pria dan dua wanita. Sebelum sampai ke lantai yang sedang mereka tuju, lift tersebut tiba-tiba mendapat gangguan dan mati. Awalnya mereka biasa saja menanggapi hal yang memang sudah sering terjadi tersebut, sambil menunggu bantuan dari petugas gedung mereka mengobrol hal-hal ringan satu sama lain. Namun, kejadian aneh mulai terjadi, apalagi pada saat lampu lift tersebut mati. Satu persatu dari mereka mati dibunuh dengan sadis, sisanya tentu saja merasa takut dan was-was karena pembunuhnya pasti berada dalam lift tersebut. Sedangkan lift tak kunjung bisa diperbaiki, malah ketika diperiksa tidak ada yang bermasalah sama sekali. Iblis berada diantara kelima orang tersebut. Penonton dipersilahkan menebak kira-kira yang manakah sang iblis?


Saya lumayan menikmati menonton Devil, akan tetapi menurut saya durasinya terlalu pendek, hanya sekitar 80 menit saja. Namun hal ini mungkin dikarenakan jalan cerita yang memang sangat sederhana, sehingga bingung mau ditambahkan cerita apa lagi. Paling tidak, saya terhibur. Terus terang saya juga beberapa kali berteriak dan kaget akibat kejutan-kejutan yang disuguhkan dalam film ini. Saya juga suka sinematografinya, apalagi pada opening scene dan adegan-adegan dalam lift. Akting para pemain tidak ada yang istimewa, semua biasa-biasa saja. Tapi saya sempat melirik si tampan Logan Marshall-Green yang saya tau melalui peran kecilnya sebagai Trey Atwood dalam serial televisi The O.C. Secara keseluruhan, saya memang menikmati Devil sebagai tontonan akhir pekan saya, tetapi film ini pastinya tidak akan masuk ke daftar favorit saya atau anda. Hanya cukup sebagai tontonan seru-seruan di akhir pekan saja.





December 14, 2010

REVIEW: DUE DATE






































"Leave Your Comfort Zone"

Due Date adalah film terbaru karya Todd Phillips, sutradara yang berhasil membuat banyak orang tertawa setengah mati dengan The Hangover (2009) - sebentar lagi The Hangover 2 (2011) juga akan hadir. Kali ini Todd menggandeng Robert Downey Jr. dan Zach Galifianakis, keduanya merupakan aktor dan komedian yang memang terbilang serba bisa. Kalau mendengar nama dua pemeran utama dalam Due Date sepertinya filmnya menjanjikan, saya sudah membayangkan akan tertawa sampai sakit perut sebelum menonton film ini. Ternyata benar! Film ini menurut saya punya formula tepat yang mampu membuat saya serta para penonton lainnya tertawa terpingkal-pingkal. Pasangan Downey dan Galifianakis sangat cocok dan chemistry mereka terasa sekali, seperti sepasang teman baik nan konyol yang siap membuat penonton tertawa dan percaya apa yang mereka alami.

Peter Highman (Robert Downey Jr.) adalah seorang eksekutif yang sedang mencoba pulang ke L.A. dengan tepat waktu agar ia bisa menyaksikan secara langsung proses kelahiran anak pertamanya. Namun ternyata semua tidak berjalan semulus rencananya. Pertemuannya dengan seorang calon aktor yang berpenampilan flamboyan, Ethan Tremblay (Zach Galifianakis), membuat perjalan Peter hancur seketika. Mereka berseteru di dalam pesawat sampai akhirnya dikeluarkan dan dikenakan sangsi 'no fly'alias tidak boleh terbang sampai batas waktu yang ditentukan. Lalu karena tas dan dompetnya ikut terbawa terbang, mau tidak mau Peter menerima tawaran Ethan untuk pergi bersama-sama, karena ia pun sedang menuju Hollywood untuk mengejar karirnya sebagai aktor. Dimulailah perjalanan penuh bencana antara Peter dan Ethan serta Sonny, anjingnya yang 'lucu'. :)

Penampilan brilliant dari duo Downey dan Galifianakis lah yang berhasil mencuri perhatian penonton dalam Due Date. Tentu saja jalan cerita bertema 'road trip' ini bukanlah hal yang baru, sudah biasa sekali. Ya, memang tidak ada yang istimewa dengan plot cerita yang ditawarkan Due Date, so predictable. Akan tetapi membuat sebuah film ringan seperti ini menjadi sesuatu yang memorable dalam benak penonton tentunya bukan hal yang mudah, contohnya The Hangover. Due Date mungkin tidak seheboh The Hangover, tetapi film ini memiliki semua hal yang dibutuhkan sebuah ‘road trip movie’ dengan porsi yang pas dan hal ini membuatnya sangat asik untuk ditonton, jokes yang ada dijamin akan membuat penonton tidak hentinya tertawa. Apalagi akting kedua pemeran utamanya yang memang jempolan. Kehadiran beberapa cameo seperti Michelle Monaghan, Jamie Foxx, Danny McBride, dan Juliette Lewis pun membuat film ini lebih meriah. Saya akui kalau saya tertawa sampai sakit perut pada saat menonton film ini. The funniest movie (for me) this year!





December 12, 2010

REVIEW: BURIED




































"Do not watch if you are a claustrophobic!"

Buried bukanlah film dengan budget besar yang menggunakan teknologi CGI atau 3D canggih, tapi ini merupakan sebuah film yang paling menegangkan tahun ini! Sutradara Rodrigo Cortes, penulis Chris Sparling, dan aktor Ryan Reynolds berhasil menyuguhkan sebuah pengalaman menonton yang amat mendebarkan. Dengan jalan cerita yang sederhana, hanya dengan satu aktor dan satu lokasi saja, menurut saya Buried benar-benar mempunyai sebuah skrip yang luar biasa. Bayangkan saja tentang sebuah film yang berfokus pada satu aktor dimana ia terkubur hidup-hidup didalam peti selama kurang lebih 90 menit, dibekali sebuah telepon genggam dan mancis. What a brilliant script! Jantung kita seperti dipaksa berpacu lebih cepat melihat usaha sang aktor tersebut keluar dari peti yang terkubur jauh dibawah tanah. Di layar hanya ada sang aktor. Di dalam peti. Terkubur.

Film dibuka dengan adegan yang sudah sangat menegangkan, kita bisa melihat Paul Conroy (Ryan Reynolds), seorang supir truk asal Amerika yang sedang berada di Irak sedang kebingungan karena ia terbangun didalam sebuah peti yang terkubur di tanah. Saat ia berhasil melepaskan diri dari ikatan di tangan dan mulutnya, ia pun berusaha mengingat apa yang terjadi dan bagaimana ia bisa sampai pada situasi tersebut. Kepanikan pun melanda, ia berteriak minta tolong sekeras-kerasnya lalu namun ia menyadari bahwa teriakannya tidak akan menghasilkan apa-apa. Hanya ada ia sendiri. Jauh dikubur dibawah tanah. Solusi termudah tampaknya adalah menelepon seseorang melalui telepon genggamnya, namun orang-orang terdekatnya berada jauh di Amerika, lagipula ia pastinya tidak mengingat semua nomor-nomor penting. Paul juga menyadari kalau ia sedang dihadapkan pada masalah persediaan oksigen yang akan semakin menipis, baterai telepon genggam juga tidak akan bertahan lama. Situasi semakin menegangkan bagi Paul (dan penonton tentunya) ketika ia mengetahui bahwa masalah oksigen bukanlah satu-satunya yang sedang ia hadapi.

Pertama-tama saya ingin mengatakan bahwa akting Ryan Reynolds disini sangat amat baik. Ia menjadi satu-satunya pemain dalam film ini selama kurang lebih 90 menit! Jadi bayangkan kalau aktingnya buruk, film ini pastinya akan hancur. Akan tetapi aktingnya dalam film ini luar biasa bagus. Seluruh emosi terpancar jelas dalam wajah Reynolds; histeris, panik, takut, bingung, putus asa. Penonton seolah dibuat merasakan apa yang dirasakannya dalam peti itu. Terus terang saya tidak menyangka kalau Ryan Reynolds yang biasa saya lihat dalam film ringan (Van Wilder, The Proposal) bisa bermain sebaik ini dalam Buried. Efek suara dan pencahayaan dalam film ini memang hemat, namun efisien, justru suara dan cahaya 'hemat' itulah yang membuat ketegangan semakin terasa. Skenario juga merupakan faktor paling penting dalam film ini, karena dari skrip hebat itulah ketegangan tidak pernah putus, simple but very effective. Kamera pun memberikan gambar luar biasa, apalagi mengingat kalau tempatnya sangat terbatas. Film ini tentunya tidak akan mudah apabila ditonton oleh seseorang yang mempunyai claustrophobia (takut akan tempat sempit dan tertutup). Bagi yang mengharapkan film thriller dengan aksi sana-sini juga lebih baik jangan menonton. Buried merupakan salah satu pengalaman unik dalam menonton yang saya rasakan tahun ini, saya tidak pernah menonton sebuah film dan menatap aktor yang sama selama 90 menit penuh. Thank God, it’s Ryan Reynolds, bukan pilihan yang buruk bukan? Saya betah-betah saja kalau disuruh memandangi Reynolds berjam-jam. Well, overall Buried is one of the best thriller this year that will leave you on the edge of your seat!




December 9, 2010

REVIEW: TANGLED 3D






































"I know not who you are, nor how I came to find you, but may I just say... Hi. How you doin'?"

Disney's back with their classic CGI animation! Yayyy! Akhirnya Disney kembali membuat film animasi klasik yang sudah dirindukan banyak orang. Tidak hanya anak kecil saja yang menyukai animasi seperti ini, orang dewasa pun pasti akan terhibur dengan jalan cerita unik, kisah yang manis, lelucon-lelucon lucu, gambar nan indah, serta alunan lagu sepanjang film yang enak didengar. Menurut saya Tangled sukses menyembuhkan kerinduan penonton akan film animasi musikal yang dulu sangat diminati seperti Beauty and the Beast, Cinderella, Snow White, dll. Putri Rapunzel mungkin belum seterkenal Putri Salju, tapi saya yakin karakternya akan gampang disukai anak-anak perempuan. Dengan rambut pirang super panjang, serta wajah cantik dan suara indah, pastinya Putri Rapunzel akan menjadi idola baru.

Pada suatu hari, seorang nenek tua jahat bernama Mother Gothel (Donna Murphy) memiliki tanaman ajaib yang dapat membuatnya tetap terlihat awet muda dan cantik. Namun, tanaman tersebut berhasil ditemukan dan digunakan untuk menyembuhkan sang Ratu dan sihir tersebut meresap ke anaknya yang belum lahir. Gothel lalu mencuri bayi tersebut dan mengangkatnya menjadi anaknya sendiri, memanggilnya dengan nama Rapunzel (Mandy Moore) dan menempatkanya dalam sebuah tempat rahasia dan tidak memperbolehkan Rapunzel meninggalkan tempat tersebut sama sekali. Setiap tahun pada hari ulang tahunnya, orang tua Rapunzel selalu menyalakan lentera dan menerbangkannya ke langit. Rapunzel selalu melihat dari kamarnya dan sangat ingin melihat secara langsung. Pada ulang tahun ke-18, ia meminta izin pada Mother Gothel untuk pergi ke dunia luar, namun tidak diizinkan. Tiba-tiba Flynn Rider (Zachary Levi) tidak sengaja menemukan tempat rahasia Rapunzel saat sedang melarikan diri. Mereka pun berteman dan mempunyai kesepakatan untuk saling membantu satu sama lain sampai akhirnya jatuh cinta.

Sebuah animasi yang sangat baik. Saya menonton versi 3D, akan tetapi menurut saya efek 3D-nya tidak terlalu istimewa. Menonton versi 2D-nya pun rasanya sudah bagus karena memang latar belakang pemandangan dan warna dalam animasi ini indah sekali. Terlebih pada adegan lentera terbang, WOW ~ sangat amat indah! Magical moment! Soundtrack disini juga asik untuk dinikmati apalagi didukung dengan suara Mandy Moore yang merdu. Tangled adalah sebuah animasi yang cocok untuk ditonton anak-anak, tentu saja orang dewasa yang memang menyukai animasi boleh menonton film ini. Beberapa lelucon dan karakter disini; seperti si kuda dan si bunglon, sungguh membuat saya terbahak-bahak. Secara keseluruhan, Disney berhasil membawa kembali nuansa animasi klasik yang sepertinya sekarang sudah mulai terlupakan. Great classic musical animation from Disney! :)





December 8, 2010

12th JIFFEST 2010 - REVIEW: BIUTIFUL




































Biutiful - Spain / Mexico


Biutiful adalah sebuah film yang rumit namun menarik untuk diikuti. Sang sutradara Alejandro González Iñárritu (Amores perros, 21 Grams, Babel) sepertinya ingin menenggelamkan para penonton kedalam alur cerita depresif dan berusaha menghubungkan titik-titik yang berhubungan satu sama lain dalam film ini. Biutiful adalah sebuah film yang menayangkan potret kehidupan yang ada di masyarakat sekitar kita, sebuah potret yang kita tahu akan keberadaannya namun tidak ingin menjalani kehidupan seperti itu. Film ini depresi, gelap, putus asa, gila, kotor, sesak, dan sebutlah segala macam kata yang dapat mengekspresikan suasana keterpurukan yang ingin diangkat Iñárritu disini. Saya rasa, ide dibalik Biutiful adalah tentang kehidupan, bagaimanapun buruknya nasib dalam hidup; tak perduli betapa miskin dan menderita, selalu ada keindahan yang tersimpan. Kita harus berusaha tetap positif dalam menjalaninya agar dalam melihat keindahan itu. Biutiful = Beautiful.

Uxbal (Javier Bardem) adalah seorang ayah dengan dua anak yang sedang berjuang mati-matian menjalani hidup. Ia baru mengetahui kalau ia menderita penyakit ganas dan harus menjalani perawatan rutin. Selama ini, ia mencari uang dengan menjadi perantara para imigran gelap asal Cina atau Afrika dan mencarikan mereka lapangan kerja yang mau memakai jasa para imigran dengan bayaran upah yang jauh lebih murah. Ia juga bisa berbicara dengan orang yang sudah meninggal dan terkadang menerima bayaran dari talentanya itu. Istrinya, Marambra (Maricel Álvarez), sudah tidak tinggal serumah dengannya dan anak-anak. Marambra mempunyai kepribadian ganda dan terkadang bisa berlaku seperti orang gila. Meski mempunyai pekerjaan yang melanggar hukum, Uxbal termasuk orang yang peduli terhadap sesama, ia rela membantu istri dan anak salah seorang pekerjanya yang tidak tahu harus tinggal dimana karena sang suami tertangkap polisi dan akan dideportasi ke negara asalnya. Namun, waktu terus berjalan dan Uxbal berada di situasi genting yang amat menyakitkan dimana ia benar-benar harus menahan rasa sakit dari penyakitnya, lalu kenyataan bahwa umurnya hanya tinggal beberapa bulan lagi, juga fikiran tentang bagaimana nasib anak-anaknya kelak kalau ia tiada.

Really depressing. Menonton film ini saya merasakan sekujur tubuh saja kaku tidak bisa tenang. Apalagi ditambah sedikit bumbu ‘horror’ yang dimasukkan Iñárritu, lengkap sudah kegelapan dalam film ini. Alur cerita sebetulnya sangat simple namun dibuat sedemikian rupa sehingga mungkin terkesan berputar-putar. Tapi saya lumayan menikmati setiap putaran dalam Biutiful. Salah satu faktor yang membuat saya menikmati adalah kualitas akting luar biasa yang dibawakan oleh Javier Bardem. Tidak salah kalau ia menjadi salah satu kandidat nominasi Oscarterkuat melalui aktingnya dalam film ini. Ekspresi kesakitan, gelisah, putus asa, depresi, sedih, takut, semua terpancar jelas di wajah Bardem. He really done a great job with his brilliant performance. Film ini berjalan lambat di awal dan pertengahan namun saat berjalan menuju akhir sampai ke puncak film, kita disuguhkan sebuah scene penuh emosi yang menyesakkan dada. Bagi sebagian orang mungkin Biutiful akan terasa membosankan sekali, tetapi kalau kita lebih meresapi ceritanya dan membayangkan menjadi karakter Uxbal itu sendiri, damn, this movie is very … human.