August 27, 2009

REVIEW: cin(T)a






































"Why do You create us differently if You only want to be worshipped in one way?"

Akhirnya tadi saya berhasil memuaskan rasa penasaran terhadap film cin(T)a. Sejak pertama kali melihat trailernya saya sudah amat -sangat- tertarik dengan film ini. Sinopsis pun sudah pernah dibahas di blog ini beberapa waktu lalu. Ceritanya tentang Cina (Sunny Soon), seorang mahasiswa baru di perguruan arsitektur yang berusia 18 tahun, Batak keturunan Chinese dan beragama Kristen, pintar dan apa adanya. Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir yang kuliahnya terhambat karena karirnya di dunia film, seorang Jawa pemeluk agama Islam yang juga taat dan kental. Popularitas dan kecantikan membuatnya kesepian, sehingga ia bersahabat dengan jarinya sendiri yang digambari bermuka sedih. Sampai suatu hari datang ‘jari’ lain yang menemani. Inti dan tema film ini sebenarnya sangat bagus dan jarang diangkat, yaitu 'menyentil' tentang masalah agama dengan dibalut percintaan. Yang lebih diangkat dalam film ini adalah masalah perbedaan dan bagaimana kita dapat menerima perbedaan itu. Overall, saya suka dengan film ini tapi entah kenapa ada kekecewaan. Mungkin karena saya terlalu berharap lebih terhadap film ini sejak awal jatuh cinta pada trailernya. Filmnya sendiri tidak seistimewa trailer, bagian-bagian yang menarik dan 'wahh' sudah dipertontonkan semua di trailer, sisanya biasa saja. Memang potongan adegan di trailer cin(T)a diakui banyak orang sangat menarik. Yang paling mengganggu adalah sound mixingnya berantakan sekali, banyak score yang terlalu keras sehingga malah dialog tidak terdengar. Tadi saya lebih banyak membaca subtitle bahasa inggrisnya ketimbang mendengarkan dialog, karena di beberapa bagian benar-benar sampai tidak terdengar sama sekali. Tadi saya nonton di Blitzmegaplex Mall of Indonesia, suara musik film ini pecah sekali, sampai membuat sakit telinga (sebelah saya pun komplain tentang hal yang sama). Saya tidak tahu masalah suara pecah ini memang dari filmnya sendiri atau dari bioskop tempat saya menonton tadi. Beberapa adegan pun menurut saya agak aneh, karena terlalu theatrikal. Ending film juga tidak memuaskan. Durasi juga terlalu pendek. Dan lagi, saya terganggu dengan penampilan Saira Jihan yang terkesan 'sok kalem', sepanjang film cara berbicaranya seperti berbisik. Aneh! Namun sebaliknya, akting Sunny Soon malah terbilang lumayan untuk ukuran pendatang baru. Well, biar bagaimanapun film ini berhak mendapatkan nilai tersendiri karena berani mengangkat tema yang 'berani'. Dialog-dialog pintar di film ini pun sangat menyelamatkan keseluruhan film. Sekarang terserah anda mau memutuskan untuk nonton atau tidak. :)

August 26, 2009

REVIEW: G.I. JOE: THE RISE OF COBRA






































"When all else fails, they don't"

Sorry for the lack updates, saya memang baru sempat nonton G.I. Joe hari ini, dari kemarin kepengen nonton tapi entah kenapa selalu tergoda untuk nonton film lainnya dulu (Orphan, The Proposal). Saya memang tidak terlalu menaruh ekspektasi tinggi untuk G.I. Joe, tapi memang pasti bakal ditonton juga sih soalnya khan ada Channing Tatum! Hihihi.. Ceritanya sih standart tentang agen pemerintah bernama G.I. Joe yang dipimpin Jendral Hawk (Dennis Quaid) dan beranggotakan Duke (Channing Tatum), Ripcord (Marlon Wayans), Heavy Duty (Adewale Akinnuoye), Scarlett (Rachel Nichols), Snake Eyes (Ray Park), dll. Tim G.I. Joe mendapatkan tugas untuk melawan tim Cobra, Baroness (Sienna Miller) dan Storm Shadow (Lee Byung Hun). Tim Cobra berkerja sama dengan James McCullen (Christopher Eccleston) seorang pengusaha senjata paling hebat yang berhasil membuat sebuah senjata berbasis teknologi nano yang mampu menghancurkan segala unsur logam menjadi tidak tersisa. Bisa ditebak, terjadilah aksi perebutan senjata nano tersebut sepanjang film. Menurut saya film ini cukup menghibur, full action. Setiap scene terasa sangat cepat sampai-sampai saya yang tadi mau permisi ke toilet pun terpaksa menahan sampai akhir film. Hehe.. Dari awal sampai akhir intensitas adegan actionnya selalu tinggi, meski tetap diselingi sedikit humor dan adegan flashback. Akting pemainnya semua biasa-biasa saja termasuk Channing Tatum. Tapi yang pasti para pria pasti akan senang sekali nonton G.I. Joe karena ada duo cantik Sienna Miller dan Rachel Nichols yang selalu tampil sexy sepanjang film. Untuk menonton G.I. Joe rasanya kita tidak perlu terlalu memusingkan jalan cerita atau akting para pemainnya, karena memang ini hanya menghibur dari segi action saja. Didukung para pemain yang enak dilihat dan adegan baku hantam dengan dibalut peralatan super canggih, sudah pasti anda betah duduk selama 2 jam. Memang special effect disini masih belum sempurna, terkadang saya merasa terlalu 'berlebihan' di beberapa scene, tapi tetap asik untuk ditonton koq! Saran saya sih lebih baik memang langsung menonton di bioskop supaya lebih seru. Well, I must say that this is not a masterpiece, but I actually enjoyed it! :)

August 20, 2009

REVIEW: ORPHAN






































"This could happen in your real life. So, make sure your adopted child, is really a normal child."

Setelah The Omen (2006) dan Joshua (2007), Hollywood kini kembali hadir dengan tema anak yang mampu membawa 'sial' pada keluarga. Memang pada kenyataannya film horror atau thriller yang melibatkan anak kecil sebagai biang keladinya selalu berhasil menarik minat penonton. Kali ini Orphan pun unjuk gigi dengan tema serupa, berawal pada sepasang suami istri, Kate (Vera Farmiga) dan John Coleman (Peter Sarsgaard), yang telah dikaruniai dua orang anak yaitu Daniel (Jimmy Bennett) dan Max (Aryana Engineer). Namun pada saat mengandung anak ketiganya, Kate mengalami keguguran yang membuatnya depresi. Lalu akhirnya ia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak perempuan di sebuah yatim piatu. Pilihannya disana jatuh kepada anak perempuan asal Rusia bernama Esther (Isabelle Fuhrman). Awalnya kelakuan Esther sangat memikat pasangan suami istri Coleman ini, kehadirannya pun sangat membuat Max senang, namun lambat laun watak aslinya mulai tercium oleh Kate. Setelah berbagai masalah perlahan mulai datang semenjak kehadiran anak adopsinya itu, Kate pun berusaha mencari informasi tentang masa lalu Esther. Sayangnya, sang suami tidak sependapat dengannya, hal ini dikarenakan karena apabila berada di dekat John, Esther selalu menunjukkan sikap manis dan tidak segan-segan mengarang cerita guna mengadu domba John dan Kate. Lalu bagaimana nasip anak-anak Kate? Sebenarnya siapa Esther? Ayooo..nonton! Hehe.. Saya tidak mau spoiler disini, karena pasti nanti yang belum nonton jadi kurang seru. Dari awal sampai akhir film ini cukup banyak adegan yang bikin kaget, tapi anehnya saya yang sebenarnya penakut malah tadi kurang kaget. Ada sih kaget-kaget dikit, tapi masih ga 'ekstrim'. Hehe.. Jalan ceritanya boleh juga, ending pun twist (argh jadi pengen bongkar endingnya). Yang paling menarik adalah akting sang pemeran utama Isabelle Fuhrman. Gadis kelahiran tahun 1997 ini memang sangat cocok memerankan Esther. Saya sendiri sampai geram pengen nonjok! Mukanya jahat banget, psycho abis! Tapi yaa itu berarti aktinya bagus banget dong, two tumbs up deh buat aktingnya di Orphan! Mudah-mudahan bisa sesukses Dakota Fanning. Hohoho.. Pemeran Max juga imut abis, jadi kasihan dia diancam-ancam sama Esther terus sepanjang film. Overall, Orphan was well made, well acted, surprisingly great horror-thriller! :)





August 19, 2009

REVIEW: THE PROPOSAL







































"Here comes the bribe..."

I just watched The Proposal with some of Fashionese Daily members. Jadi ceritanya kemarin itu ada bagi-bagi tiket premiere film The Proposal di FD, nahh kebetulan saya beruntung dapat 2 tiket gratis! Hari gini kapan lagi dapet gratis yaa bok? Hehe.. Well, I love romantic comedy movies! I mean, almost all the girls in this world loves it right? Genre romantic comedy itu tipe film ringan yang nontonnya ga usah pake mikir dan memang hampir selalu berakhir dengan happy ending. Hmm..so cliche sih, tapi mayoritas orang suka khan nonton cerita ringan yang berakhir bahagia? Kalau kamu anti sama film model begini, it's fine kembali ke selera masing-masing aja.. Kayak kemarin ada orang yang comment di blog ini katanya film-film yang saya bahas sampah lah, popcorn movies semua lah, bla bla bla, but hey it's my blog! Jadi saya berhak khan mau review film apapun disini? Even itu kartun Tom and Jerry sekalipun.. Hehe.. Okay back to the movie, actually it was very entertaining! Kebanyakan film romantic comedy akhir-akhir ini selalu 'ngasal', tapi The Proposal saya rasa cukup berhasil membawa essencenya di genre ini. Tapi tidak membuat saya terkesan seperti layaknya 50 First Dates atau Serendipity dulu. The Proposal bercerita tentang Margareth Tate (Sandra Bullock) seorang wanita karir sukses di kota New York yang menjabat sebagai seorang executive editor-in-chief di sebuah perusahaan penerbitan buku, Colden Books. Suatu hari ia mendapat kabar buruk bahwa VISA nya bermasalah dan ia pun terancam dideportasi ke negara asalnya, Canada. Dengan terpaksa akhirnya Margareth membuat rencana sepihak untuk menikah dengan asisten pribadinya selama tiga tahun terakhir, yaitu Andrew Paxton (Ryan Reynolds). Namun ternyata rencananya tidak semudah itu, bagian imigrasi ingin mencari tahu tentang kebenaran 'cerita cinta' mereka. Margareth dan Andrew akhirnya melakukan perjalanan ke Alaska untuk menemui keluarga Andrew. Bisa ditebak, mereka akhirnya saling jatuh cinta. Klise banget yaa? Yaa itu dia romantic comedy / chick-flick movie, temanya memang ringan. Tapi enak koq buat ditonton, banyak scene-scene lucu yang membuat saya tertawa sepanjang film. Akting Ryan Reynolds dan Sandra Bullock bagus, tapi menurut saya chemistrynya kurang 'dapet'. Di mata saya pribadi, mereka berdua kurang cocok. Tapi itu tetap ga mengurangi nilai dari film ini koq. Btw, pacar saya tadi enjoy banget nontonnya! Jadi, siapa bilang cowok ga suka romantic comedy?





August 16, 2009

REVIEW: MERAH PUTIH






































"Untuk merdeka, mereka bersatu : Trilogi Merah Putih"

MERAH PUTIH adalah sebuah film yang sengaja dibuat untuk memperingati hari kemerdekaan yang jatuh pada hari Senin, 17 Agustus mendatang. Tadinya saya kepengen nonton G.I. Joe atau Orphan dulu tapi ga dapat tiket, yaudah akhirnya pilihan jatuh ke Merah Putih. Tidak disangka, saya cukup suka lho dengan film ini. Kalau disuruh pilih diantara Merantau dan Merah Putih, jujur saya bingung. Dua-duanya bagus sekali untuk ukuran 'film Indonesia', tapi entah kenapa saya lebih suka Merah Putih. Alur ceritanya tidak membuat bosan, ada lucunya, ada tegangnya, pemainnya juga jempolan. Filmnya sendiri sudah pasti sesuai dengan judul dong, bercerita tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda pasca kemerdekaan. Film ini bergenre fiksi sejarah yang berkisah tentang perjuangan lima kadet yang mengikuti latihan militer di sebuah kota di Jawa Tengah untuk menjadi prajurit. Mereka, Amir (Lukman Sardi), Tomas (Donny Alamsyah), Dayan (Teuku Rifnu), Surono (Zumi Zola), dan Marius (Darius Sinathrya), masing-masing punya latar belakang, suku, dan agama yang berbeda. Suatu ketika, kamp tempat mereka berlatih diserang tentara Belanda. Seluruh kadet kecuali lima sekawan itu dibunuh. Mereka yang berhasil lolos lalu mengatur siasaat agar bisa membalas Belanda walau dengan kekuatan yang minim. Film ini dibesut dalam format seluloid 35 millimeter dengan tim internasional yang terdiri atas ahli special effects dan veteran perfilman Hollywood yakni koordinator efek khusus dari Inggris Adam Howarth yang pernah menangani film Saving Private Ryan dan Blackhawk Down, juga melibatkan koordinator stuntman Rocky McDonald yang pernah menangani Mission Imposible II dan The Quite American, make-up dan visual effects oleh Rob Trenton yang pernah menangani film The Dark Knight, konsultan ahli persenjataan adalah John Bowring yang pernah memegang Crocodile Dundee II, The Matrix, The Thin Red Line, Australia, X-Men Origins: Wolverine, dan asisten sutradara adalah Mark Knight yang pernah menangani December Boys dan Beautiful. WOW! Banyak sekali yaa campur tangan orang Hollywood disini. Tapi sutradaranya tetap orang Indonesia koq, Yadi Sugandi, yang dikenal sebagai salah satu penata gambar terbaik di tanah air. Merah Putih menurut saya memang masih belum sempurna, jauh dari sempurna, tapi sudah jauh lebih baik dari film Indonesia lainnya. Saya suka film ini! Saya sendiri heran, padahal tidak ada yang istimewa dari tema dan alur ceritanya, malah terkesan klise, tapi entahlah..namanya juga selera. :p Wajib tonton sih menurut saya, apalagi nanti 17 Agustus khan tanggal merah, pada nonton Merah Putih aja, pas banget tohh dengan momennya. Hehe.. Ohh iya, saya jadi suka lihat Donny Alamsyah deh! Terakhir baru aja nontonin dia di Merantau (jadi kakaknya Iko Uwais), nahh disini juga dia main lagi dengan porsi yang lebih banyak. Aktingnya bagus, logat Sulawesinya 'dapet' banget. Darius juga lumayan aktingnya disini, cocok dengan karakter. Lukman Sardi hmm..lumayan aja sih, saya berharap bisa lebih bagus dari ini, soalnya he's one of my favourite! Teuku Rifnu bagus juga, dia khan sering banget dapet peran jadi orang Bali di FTV SCTV, jadi udah ga heran dia jadi orang Bali lagi disini. Trus Zumi Zola, biasa banget, ga istimewa, kesaing tuh sama yang lain! Hehe.. Hampir lupa, endingnya memang sengaja dibuat 'gantung', soalnya film ini akan dibuat dalam bentuk Trilogi, jadi ini masih awal, ada yang kedua dan ketiga lagi nanti. Btw, not based on a true story, 100% fiction. Overall, recommended for this Independence Day! :)



August 11, 2009

REVIEW: MERANTAU






































"Dalam tradisi Minangkabau setiap anak laki-laki suatu hari akan pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka dan berjalan mencari pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang akan membuatnya menjadi lelaki sejati."

Tadinya saya pikir, film apaan nih? Koq judulnya nggak banget, Merantau. Tapi setelah baca review dan ulasannya, saya malah jadi penasaran kayak apa film ini jadinya nanti. Merantau mengangkat tema yang jarang sekali diangkat yaitu tentang bela diri tradisional Indonesia, Pencak Silat Harimau yang berasal dari Sumatra Barat. Lebih istimewanya lagi, Merantau disutradari oleh Gareth Evans yang berasal dari Inggris. Gareth Evans adalah seorang penulis dan sebelumnya sudah pernah menyutradarai sebuah film dokumenter tentang pencak silat di Indonesia. Film dibuka dengan pengenalan tokoh utama, Yuda (Iko Uwais) yang siap meninggalkan tanah kelahirannya karena mengikuti tradisi merantau yang harus dijalankan setiap laki-laki di Minangkabau, Sumatra Barat. Dengan modal silat Harimau yang dikuasainya, akhirnya Yuda pergi merantau ke Jakarta meninggalkan ibunya, Wulan (Christine Hakim) dan kakaknya, Yayan (Donny Alamsyah). Namun hidup di Jakarta tidaklah semudah yang Yuda kira, ia terlunta-lunta tidak mendapat tempat tinggal dan pekerjaan. Lalu nasip mempertemukannya dengan seorang anak yatim piatu bernama Adit (Yusuf Aulia) dan sang kakak yang bekerja sebagai penari bar, Astri (Sisca Jessica). Ketika Astri terlibat masalah karena akan menjadi korban perdagangan perempuan, Yuda pun tidak tinggal diam. Keahlian silatnya dipergunakan untuk menyelamatkan kedua kakak beradik tersebut. Menurut saya film ini bagus, dengan durasinya yang termasuk panjang sekitar 2 jam lebih, tapi tidak membuat saya bosan. Meskipun di awal film alur ceritanya agak lambat, tapi mulai tengah menuju akhir film ini mulai menunjukkan keseruannya. Iko Uwais sang pemeran utama, meskipun belum pernah bermain film layar lebar sebelumnya, tetap memperlihatkan aksi yang menawan. FYI, Iko ini beneran atlit pencak silat dari perguruan tiga berantai lho! Makanya mungkin hal ini juga yang membuat adegan berantem dalam film terlihat alami. Semua casts di film ini menurut saya pas dengan porsinya masing-masing, mulai dari Christine Hakim yang meski hanya muncul sebentar tapi pesonanya luar biasa, lalu Sisca Jessica yang sukses memperlihatkan emosinya dalam film ini, masih banyak lagi. Banyak yang menyangka kalau film ini hanya akan mengedepankan sisi action atau silatnya saja, padahal sisi dramanya juga ada lho! Di akhir cerita malah perasaan saya ikut terharu terbawa suasana film. Penasaran? Jangan ragu untuk nonton deh! Memang masih belum sempurna kalau dibanding sama film-film action versi Hollywood, tapi udah jauh lebih baiiiiikkkkk dibanding film laga Indonesia sebelumnya, JAUH! Sayang, sutradaranya bukan orang Indonesia, jadi kita belum bisa terlalu bangga. Tapi gpp, ini bisa jadi langkah awal dan motivasi untuk para sutradara lokal supaya semakin banyak membuat film bermutu dengan tema beragam. Jangan cuma horror sama film jual badan yang ga penting sama sekali. :)




August 7, 2009

REVIEW: I LOVE YOU, BETH COOPER






































"Five little words can change your life."

Maaf banget sekarang jarang update blog, soalnya lagi merintis usaha kecil-kecilan gitu, jadi hobi nonton agak sedikit dikurangi. Hehehe.. Tapi di sela kesibukan yang akhir-akhir ini hectic banget, tadi saya tetepppppp menyempatkan diri buat nonton koq. Rencana awalnya sih tadi pengen nonton Merantau, tapi ada yang ga mau (siapa yaa?), yaudah akhirnya pilihan jatuh ke I Love You, Beth Cooper ini deh! Dari awal rada males nonton film ini, soalnya tipe-tipe film kayak gini udah pasaran banget dan biasanya udah ketebak endingnya. Yahh kalau untuk sekedar refreshing sih OK lah, cukup menghibur meskipun di pertengahan agak boring. Tapi joke-joke yang ada disini lumayan bisa bikin kita ketawa koq. Ceritanya sih klise yaa, tentang cowok nerd bernama Denis Cooverman (Paul Rust) yang naksir mati-matian sama cewek cantik nan populer seantero sekolah Beth Cooper (Hayden Panettiere). Atas saran teman baiknya yang sama-sama nerd juga, Rich Munsch (Jack Carpenter), akhirnya Denis memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya kepada Beth pada saat pidato kelulusan SMU. Di akhir acara kelulusan, Denis pun berani-beraninya mengundang Beth ke pesta kelulusan di rumahnya yang sangat .. sepi. Tidak ada satupun teman-teman yang datang, kecuali Beth dan kawan-kawan. Apa Denis si kutu buku berhasil mengambil hati sang gadis pujaan? You know the ending right? Overall filmnya masih layak tonton sih, tapi kayaknya lebih pas di DVD aja deh. Hehe.. Akting Hayden disini biasa-biasa aja tuh, ga ada yang special sama sekali. Dia pun masih memainkan peran sebagai cheerleader, sama kayak di serial Heroes, untung di sini ga ada quote 'Save the cheerleader, save the world' yaa.. Hehe.. Paul Rust sih mukanya emang cupu abis, jadi yaa cocok dapat peran jadi nerd. Saya suka banget sama karakter Rich Munsch yang diperankan oleh Jack Carpenter, disini dia jadi movie freak gitu, jadi setiap dialognya selalu diselipin quote-quote dari film lawas populer gitu, lucu deh! :)