June 22, 2010

REVIEW: LETTERS TO JULIET




































"I didn't know love had an expiration date."

Letters to Juliet adalah sebuah film bertema drama komedi romantis yang dimainkan oleh salah seorang aktris muda yang tengah naik daun, Amanda Seyfried. Disutradarai oleh Gary Winick yang memang sudah pernah beberapa kali menyutradarai film dengan tema yang ringan dan lumayan saya sukai seperti Bride Wars (2009), Charlotte's Web (2006), dan 13 Going On 30 (2004). Tadinya saya kurang tertarik untuk menyaksikan film ini, namun setelah membaca beberapa review positif dan juga kebetulan saya sudah menonton semua film yang ada di bioskop, akhirnya kemarin saya memutuskan untuk mencoba menonton. Ternyata, seperti beberapa film Winick yang lain, saya juga sangat menikmati dan menyukai film ini. Filmnya ringan namun tetap memiliki jalan cerita yang enak untuk diikuti dari awal sampai akhir. Meskipun durasinya cukup panjang sekitar 105 menit, namun untungnya saya sama sekali tidak merasa bosan.

Amanda Seyfried disini berperan sebagai Sophie, seorang pencari fakta di majalah New Yorker, meskipun sebenarnya di hatinya yang paling dalam ia selalu memimpikan untuk menjadi seorang jurnalis. Atasannya (Oliver Platt) mengagumi kinerja Sophie sebagai seorang pencari fakta dan masih belum yakin dengan kemampuannya menulis. Kehidupan Sophie bisa dibilang hampir sempurna, ia bertunangan dengan seorang chef tampan bernama Victor (Gael Garcia Bernal) yang sedang bersiap-siap untuk membuka restoran sendiri di New York. Mereka bahkan akan segera menikah dan sedang merencanakan liburan 'pre-honeymoon' ke Verona, Itali. Romantis bukan? Namun ternyata sesampainya di Verona, Victor malah sibuk mengurusi urusannya sendiri seperti ke perlelangan anggur, tempat pembuatan keju, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan. Sophie malah dibiarkan berjalan-jalan sendirian. Di tengah kesepian, Sophie menemukan sebuah tempat dimana para wanita menaruh surat mereka di tembok, surat-surat itu berisikan curahan masalah percintaan mereka kepada Juliet. Kisah Romeo dan Juliet memang sangat terkenal di Verona, karena dari sana lah kisah itu berasal. Berbekal rasa ingin tahu, Sophie akhirnya menemukan sebuah surat yang sudah tertanam di tembok itu selama 50 tahun. Surat itu ditulis oleh seorang wanita bernama Claire (Vanessa Redgrave), berisikan tentang kisah cinta pertamanya. Sophie membalas surat itu dan tidak disangka-sangka, beberapa hari kemudian Claire yang sekarang sudah tua datang dari London ke Verona bersama cucu kesayangannya, Charlie (Christopher Egan), guna mengikuti saran Sophie yaitu mencari cinta pertamanya yang telah hilang sejak 50 tahun lalu.

Tema cerita yang diangkat sebetulnya bisa diracik menjadi lebih baik lagi, namun menurut saya Letters to Juliet juga tidak mengecewakan. Memang jalan ceritanya sangat ringan dan mudah tertebak, namun penonton pun dibuat semangat mengikuti kisah Sophie dari awal dan menjadi sabar mengikuti alur cerita yang sudah tertebak itu sampai ke ending. Menyenangkan. Rasanya semua wanita akan suka dengan film ini. Apalagi filmnya juga menyajikan pemandangan indah kota di Itali seperti Verona dan Siena. Rasanya begitu selesai menonton film ini saya ingin langsung memesan tiket pesawat ke Itali! *mimpi* Vanessa Redgrave juga sempurna memerankan tokoh Claire, meskipun sudah tua namun kharisma yang ditampilkan masih terasa. Pandangan mata Claire dalam mencari cinta sejatinya yang telah lama hilang itu terasa hangat, sampai-sampai mampu membuat saya terharu dan hampir menitikkan airmata. Amanda Seyfried juga terlihat sangat cantik disini, rambutnya bagus, saya iri. Haha.. Aktor asal Australia yang mirip dengan almarhum Heath Ledger, Christopher Egan, juga mampu membuat saya jatuh hati. Memang sih aktingnya biasa-biasa saja, tapi menurut saya 'tengil'-nya lumayan cocok dengan karakter yang dibawakan. Gael Garcia Bernal pun berhasil bikin saya sebal dengan gayanya yang menyebalkan. Para pemain dalam Letters to Juliet semuanya bermain dengan baik dan pas dengan porsinya. Tidak ada salahnya menonton film ini karena saya sendiri sangat menikmatinya dari awal hingga akhir. Apalagi kalau nonton berdua pacar! :p





June 18, 2010

REVIEW: TOY STORY 3




































"What are you going to do with these old toys?"

Pixar never ever dissapointed you! Tanpa keraguan, Toy Story 3 sangat amat akan menjadi 3 besar film favorit saya tahun ini. Saya tumbuh dewasa dengan animasi ini, menyaksikan Toy Story (1995) pada waktu saya berumur 7 tahun dan Toy Story 2 (1999) di usia 11 tahun membuat animasi Toy Story menjadi bagian dalam masa kecil saya dan juga merupakan satu-satunya animasi yang menempel lekat dalam ingatan saya. Membayangkan mainan kesayangan kita ternyata bisa 'hidup' dan bermain selama kita tidak ada sangat menyenangkan sekali! Saya berangkat menonton film ini di hari pertama penayangannya dengan ekspektasi yang tinggi, sampai-sampai saya rela membeli tiket lebih mahal di premiere studio agar merasa lebih nyaman. Saya berharap banyak pada sekuel ketiga Woody dan kawan-kawan ini. Menunggu 10 tahun untuk menyaksikan sekuel ketiganya bukanlah waktu yang singkat. Namun penantian itu tidak sia-sia, ekspektasi saya yang tinggi ternyata mampu terpuaskan dan Toy Story 3 was a perfect conclusion to one of the best animation trilogies of all time!

Diceritakan kalau Andy (John Morris) sekarang sudah akan masuk kuliah. Ia juga sudah lama tidak pernah bermain lagi dengan mainan-mainan kesayangannya dulu seperti Woody (Tom Hanks), Buzz Lightyear (Tim Allen), Jessie (Joan Cusack), Mr.Potato Head (Don Rickles), Mrs.Potato Head (Estelle Harris), Rex (Wallace Shawn), dan lainnya. Andy juga harus bersiap untuk pindah ke asrama dan mengosongkan kamarnya yang akan ditempati sang adik. Itu berarti ia juga harus membereskan mainan-mainannya tersebut. Para mainan Andy ini sedih dan bingung apakah mereka akan dibuang atau ditempatkan di loteng. Mereka lebih memilih untuk ditempatkan di loteng, dimana mereka masih tetap bisa bersama dan bermain. Akan tetapi ternyata Andy memilih membawa Woody untuk ikut dengannya dan menempatkan sisanya di loteng. Keadaan menjadi kacau ketika kantung plastik berisi mainan yang akan dibawa ke loteng ternyata tidak sengaja dibuang oleh sang ibu! Woody akhirnya berhasil menyelamatkan teman-temannya, namun semuanya menjadi semakin rumit karena ternyata mereka ngambek dan memilih untuk masuk ke kardus yang akan disumbangkan ke tempat penitipan anak, Sunnyside. Di Sunnyside mereka bertemu dengan teman-teman baru sesama mainan, tempatnya nyaman, dan banyak anak-anak yang akan mengajak mereka bermain. Akan tetapi apakah ternyata Sunnyside lebih baik daripada di rumah Andy?

Animasi buatan Pixar memang selalu indah. Gambarnya berwarna-warni dan sedap dipandang. Karakter-karakternya sangat memorable. Jalan cerita yang disajikan sering penuh dengan kejutan yang tidak pernah kita sangka. Itulah Pixar! Toy Story 3 merupakan sebuah film animasi yang sempurna di mata saya, sempurna sebagai film baru bagi yang pertama menyaksikan dan juga sempurna sebagai sebuah lanjutan dari kedua film terdahulu. Untuk yang mempunyai pengalaman sama seperti saya; tumbuh dewasa bersama karakter Andy dalam film ini, anda pastinya akan merasa seakan-akan anda mengenal semua karakter mainan didalamnya. Meskipun banyak sekali karakter mainan baru yang muncul kali ini, namun semua dapat membaur dengan baik dengan karakter-karakter lama. Barbie (Jodi Benson) dan Ken (Michael Keaton) langsung mencuri perhatian dengan tingkahnya yang konyol dan super-fashionable. Begitu juga dengan tingkah Mr.Potato Head di salah satu scene. Dijamin sangat menghibur!

Pada 15 menit menjelang film usai, emosi anda akan dicampur-aduk. Hebat sekali, emosi kita seakan seperti diajak menaiki rollercoaster yang naik turun sejak awal film dan memuncak klimaks ketika akhir. Scene yang disajikan di akhir ini sangat mengharukan, terlebih juga didukung dengan musik score yang luar biasa pas. Saya menangis terharu menyaksikannya, begitu juga dengan 10 teman saya sesama reviewers lainnya. Padahal mereka semua lelaki, namun itulah hebatnya animasi Pixar. Mungkin jika ini adalah kali pertama anda menyaksikan Toy Story, anda tidak akan seharu itu. Jangan bayangkan adegan sedih, adegan akhir ini lebih mengharukan sekaligus menggembirakan sampai-sampai membuat penonton yang sudah mengikuti film ini dari yang pertama mengeluarkan air mata. Susah menuliskan perasaannya dengan kata-kata, tetapi yang punya ikatan kuat dan tumbuh bersama animasi ini pasti akan mengerti. Trilogi Toy Story ditutup dengan sangat baik bahkan kelewat istimewa. Dengan kembali membawa moral yang baik dalam ceritanya kali ini yaitu ada saatnya kita memang harus melepaskan sesuatu yang kita sayangi, meskipun itu berat tapi mungkin itu adalah hal terbaik yang harus dilakukan. Definitely ... A-MUST-SEE!!!







REVIEW: THE KARATE KID




































"Win or lose, I don't wanna be afraid anymore"

The Karate Kid adalah sebuah remake dari film klasik berjudul sama yang terkenal pada tahun 1984. Meski saya belum menonton versi asli, namun dari review yang ada mengatakan bahwa film ini cukup setia mengikuti alur aslinya, bahkan lebih baik. Namun ada satu hal yang janggal, yaitu tidak ada karate disini, melainkan kung fu. Banyak yang menyarankan kalau film ini lebih pantas disebut 'Kung Fu Kid'. Menurut saya karate atau kung fu tidak terlalu menjadi bermasalah, yang terpenting adalah film ini menghibur. Faktor utama yang menarik saya untuk menonton tentu saja adalah Jaden Smith. Anak dari aktor kawakan Will Smith yang sangat mencuri perhatian dalam The Pursuit of Happyness (2006) ini memang sudah membuat saya jatuh cinta ketika itu, sekarang saya penasaran bagaimana aksinya dalam The Karate Kid!

Filmnya bercerita tentang Dre Parker (Jaden Smith) yang harus pindah dari Detroit menuju Cina bersama ibunya Sherry Parker (Taraji P. Henson), dikarenakan pekerjaan sang ibu menuntut mereka untuk pindah. Sesampai di Cina, Dre langsung jatuh hati dengan teman sekolahnya yang bernama Meiying (Wenwen Han). Namun ternyata ia pun harus berurusan dengan sang jagoan sekolah, Cheng (Zhenwei Wang) dan komplotannya. Di hari pertama saja Dre sudah dipukuli sampai babak belur. Dre pun ketakutan dan tidak bisa membayangkan bagaimana nasipnya di negara baru itu, bahkan di sekolah ia setiap hari harus menghindar dari Cheng dan kawan-kawan agar tidak diganggu dan dipukuli. Beruntung ternyata tukang memperbaiki alat di tempat tinggalnya, Mr.Han (Jackie Chan), jago kung fu dan mau mengajarinya agar ia tidak perlu ketakutan lagi.

Two tumbs up untuk akting Jaden Smith disini, meskipun bermodalkan nama besar ayah dan ibunya namun Jaden membuktikan kalau dirinya mampu bermain dengan baik bahkan sejak usia dini. Saya yakin kalau Jaden sangat bekerja keras berlatih kung fu untuk dapat bermain dalam film ini. Mengingat usianya yang masih sangat muda, saya salut! Di lain pihak, dengan usia yang sudah tidak muda lagi, Jackie Chan masih belum kehilangan pesonanya. Gerakannya tetap sangat lincah dan didukung akting yang luar biasa. Begitu juga dengan Taraji P. Henson yang kembali bermain baik setelah juga bermain mengesankan dalam The Curious Case of Benjamin Button (2008). She was so hilarious in this movie! Para pemain utama disini melakukan tugasnya dengan sangat baik, well..meskipun anak-anak Cina yang bandel itu wajahnya mengesalkan sekali. Hehe..

Plot cerita The Karate Kid bisa dibilang biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa dan sudah sangat tertebak dari awal. Durasinya memang sedikit terlalu panjang menurut saya, namun tetap menghibur melihat tingkah pola Jaden Smith yang super imut. Apalagi melihat kalau pada akhirnya ia bisa menaklukkan kung fu! Puas rasanya. Film ini sangat cocok untuk ditonton keluarga; hiraukan jalan cerita, nikmati saja filmnya, ikut tertawa dengan seisi bioskop lainnya, dijamin anda pasti akan terhibur. Intinya, film ini sama sekali tidak mengecewakan. :)





June 13, 2010

REVIEW: THE A-TEAM




































"Give me a minute, I'm good. Give me an hour, I'm great. Give me six months, I'm unbeatable."

The A-Team merupakan sebuah remake dari serial televisi terkenal pada tahun 1983 - 1987 yang berjudul sama. Banyak penggemar serialnya dulu yang sudah tidak sabar menantikan film ini. Namun saya sendiri memang belum pernah menonton serial tersebut, bahkan saya baru lahir setahun setelah acara tersebut usai. Jadi ulasan saya kali ini tidak akan membahas mengenai sukses atau tidaknya remake dari sang sutradara, Joe Carnahan (Smokin' Aces, Pride and Glory), melainkan puas atau tidaknya film ini bagi saya. Menurut saya The A-Team sukses memeriahkan jajaran summer movies tahun 2010. Film ini ringan dan sangat menghibur serta full of action scenes dari awal sampai akhir. Para pemeran utama disini juga memuaskan dari segi akting dan jika dilihat dari foto lama serial televisi The A-Team dulu, keempat pemeran utamanya memang terlihat ada kemiripan satu sama lain. Well-done, such a greattt remake!

Bradley Cooper yang baru mencuri perhatian dalam The Hangover (2009) disini berperan sebagai Lt.Templeton 'Faceman' Peck yang playboy dan suka tebar pesona. Aktor kawakan Liam Neeson berperan sebagai Hannibal Smith yang terkenal dengan strateginya. Quinton 'Rampage' Jackson berperan sebagai si nyentrik B.A. Baracus. Lalu Sharlto Copley yang bermain sangat baik di District 9 (2009), kali ini berperan sebagai seorang tentara yang sakit jiwa, Murdock. Keempat pria tangguh yang adalah sesama 'Army Ranger' ini menamakan diri mereka 'The A-Team'. Suatu hari Hannibal dibujuk oleh seorang agen CIA, Lynch (Patrick Wilson) untuk membantunya menangkap para buronan pembuat plat pencetak uang. Dengan izin dari kepala jenderal Morrison (Gerard McRaney) akhirnya mereka pun berhasil menaklukkan misi tersebut. Namun tiba-tiba Morrison meninggal ketika mobil yang ditumpanginya meledak secara tidak wajar. Sialnya, para anggota 'The A-Team' akhirnya dimasukkan kedalam penjara terpisah dengan alasan mengancam keamanan negara dan dituduh bekerja sama dengan para buronan yang mencetak plat uang tersebut. Apa kedatangan mantan pacar Face yang adalah seorang agen rahasia, Charisa Sosa (Jessica Biel), mampu menyelamatkan dan membersihkan nama baik tim mereka?

Kalau beberapa minggu lalu saya baru menyaksikan The Losers dan saya mengatakan bahwa film itu adalah 'appetizer' sebelum menyantap sajian utama yaitu The A-Team, ternyata saya benar! Segala kekurangan The Losers mampu tertutupi dengan rapi oleh The A-Team. Kalau di The Losers minim adegan action, kali ini The A-Team menyajikan adegan action dari awal sampai akhir, tidak ketinggalan bumbu komedi yang diracik sedemikian rupa sehingga sangat ampuh menghibur penonton, tidak kurang dan tidak berlebihan. Keempat pemeran utama yaitu Bradley Cooper, Liam Neeson, Rampage, dan Sharlto Copley bermain sangat baik dan mampu mengisi satu sama lain. Mereka memainkan peran masing-masing dengan seimbang, tidak ada yang lebih menonjol. Well, mungkin ada nilai tambah dari para wanita bagi Bradley Cooper karena ia sering shirtless disini. Hehe.. Patrick Wilson juga berhasil bikin gregetan, namun saya kurang puas dengan Jessica Biel disini. Entah kenapa sepertinya kurang pas dengan karakter yang dimainkan, tapi Biel tetap terlihat sangat cantik. Secara keseluruhan, The A-Team merupakan remake yang sangat baik. Sebuah tontonan wajib summer kali ini karena dijamin anda pasti akan terhibur dan puas selesai menonton. A very fun and entertaining movie with lots of action scenes! :)





REVIEW: BROTHERS




































"I don't know who said 'only the dead have seen the end of war'. I have seen the end of war. The question is: can I live again?"

Melihat nama ketiga pemeran utamanya saja sepertinya sudah cukup untuk membuat sayatertarik menonton Brothers. Menyenangkan sekali karena bioskop Blitzmegaplex menayangkan film ini, meskipun lumayan terlambat. Better late than never. Brothers sebetulnya adalah sebuah remake dari film Denmark berjudul sama, Brødre (2004). Film tersebut lumayan sukses, sehingga sang sutradara Jim Sheridan tertarik untuk menggarap sebuah remake. Memboyong trio Jake Gyllenhaal, Natalie Portman, dan Tobey Maguire menurut saya adalah sebuah langkah cerdas yang dilakukan Jim. Ketiga nama tersebut bisa menjadi magnet yang menarik orang untuk menyaksikan film ini, terlebih film yang dibalut cerita drama bertema perang biasanya tidak terlalu menjadi favorit. Tadinya saya sedikit ragu dengan penampilan Tobey Maguire disini, mengingat perannya di film-film sebelum ini bisa dibilang biasa saja. Apalagi perannya disini sepertinya sangat menantang. Akan tetapi, selesai menonton film ini saya ternganga. Tobey Maguire sungguh bisa berakting! :)

Brothers bercerita tentang kehidupan seorang kapten marinir bernama Sam Cahill (Tobey Maguire) yang sering ditugaskan ke daerah konflik. Ia mempunyai sebuah keluarga yang bahagia dengan kehadiran seorang istri yang cantik dan amat dicintainya, Grace Cahill (Natalie Portman), serta dua orang anak perempuan yang lucu, Isabelle (Bailee Madison) dan Maggie Cahill (Taylor Geare). Sam juga mempunyai seorang adik lelaki semata wayang yang sering keluar masuk penjara, Tommy Cahill (Jake Gyllenhaal). Pada saat hari-hari terakhir ditugaskan ke Afganishtan, pesawat yang ditumpangi Sam mengalami kecelakaan dan ia langsung dikabarkan meninggal. Mendapat kabar duka tersebut, Grace, Tommy, dan anak-anak Sam sangat sedih dan merasa kehilangan. Dalam kesedihan, Tommy berusaha menghibur keluarga kecil tersebut. Namun ternyata anak-anak Sam sangat menyukai Tommy, mengingat sang ayah memang jarang bisa menemani mereka bermain karena lebih sibuk dengan tugas militernya. Lama kelamaan hubungan Grace dan Tommy menjadi semakin dekat, tumbuh perasaan cinta di hati masing-masing. Tidak disangka, Sam ternyata masih hidup! Segalanya menjadi kacau balau karena mental Sam memang masih sedikit terganggu karena trauma yang dialaminya di Afganistan dan tiba-tiba sekarang ia malah berada di situasi menyakitkan karena istri dan adik yang sangat disayanginya berselingkuh. Meskipun keadaan memang sangat rumit bagi mereka.

Akting Tobey Maguire patut diacungi dua jempol. Sepertinya Tobey mati-matian membangun karakternya dalam film ini, terlihat dari bentuk fisiknya yang lebih kurus dan pucat. Ekspresi yang ditampilkan juga terlihat sangat mantap, berbeda dengan Tobey yang kita ketahui biasanya. Tobey Maguire sudah menunjukkan taring disaat karir Hollywood-nya semakin redup. Semoga dengan ini karir Tobey tidak lantas tenggelam, karena ia sungguh bisa berakting dan bermain baik. Natalie Portman bermain seperti biasa, baik dan cantik tanpa cela. Begitu juga dengan Jake Gyllenhaal yang kian hari kian memantapkan langkah kakinya di jalur perfilman Hollywood. Beberapa tahun kedepan mungkin nama Jake akan bisa disejajarkan dengan para senior seperti Leonardo DiCaprio, mungkin saja. Brothers sendiri tidak mempunyai plot cerita yang terlalu istimewa, ceritanya sendiri sudah tertebak sejak awal. Akan tetapi emosi kita seakan diajak naik turun seperti rollercoaster ketika menyaksikan film ini. Ini merupakan film yang kelam, film kedua setelah The Road (2009) yang sukses membuat saya sedikit depresi usai menonton tahun ini. Saya sendiri sangat tersentuh dengan akting para pemainnya, apalagi pemain cilik dalam film ini. Hebat sekali mereka!





June 5, 2010

REVIEW: SEX AND THE CITY 2




































"Carrie on."

Sex and the City pertama tahun 2008 lalu memang berhasil mendulang pencapaian yang bisa dibilang lumayan. Meskipun filmnya mungkin lebih banyak diminati oleh para wanita dan fashionista serta penggemar berat serial televisinya saja, namun para penonton 'loyal' ini sangat terhibur dengan kehadiran Carrie Bradshaw dan kawan-kawan dua tahun lalu. Cerita tentang keempat sahabat wanita, setengah baya, gila fashion, dengan karakter dan masalah percintaan masing-masing, memang sangat pas dengan cerita yang diinginkan para wanita, meskipun banyak juga pria yang suka menonton film ini, tapi tetap saja istilahnya film ini 'cewek banget'. Biasanya para penonton wanita bukan hanya mengharapkan jalan cerita dari film ini, mereka hanya ingin melihat potret kehidupan glamour keempat sahabat ini dan pastinya dengan balutan busana dan aksesoris yang mampu membuat mereka merasa iri. Setelah penantian yang lumayan lama, akhirnya sekuelnya dibuat juga. Tapi sayang, film ini jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan yang pertama.

Kali ini Sex and the City 2 bercerita tentang kehidupan percintaan antara Carrie (Sarah Jessica Parker) dan Mr.Big (Chris Noth) yang sudah berjalan selama dua tahun. Mereka sekarang sudah tinggal bersama di sebuah apartemen baru. Namun ternyata tinggal bersama membuat Carrie tahu sifat Big yang lebih menyukai menonton film klasik hitam putih diatas ranjang, lebih memilih memesan makanan siap saji untuk dibawa ke apartemen daripada pergi makan berdua yang romantis, lalu suka duduk di sofa sambil mengobrol. Carrie tiba-tiba merasa rindu dengan kehidupan glamournya dulu. Dilain pihak, Charlotte (Kristin Davis) sedang mengalami krisis dalam mengurus kedua anaknya yang masih kecil dan sering merengek. Apalagi ia juga dibikin pusing oleh komentar para sahabatnya tentang nanny-nya yang sexy itu. Lalu, ada si gila kerja Miranda (Cynthia Nixon) yang akhirnya sampai pada titik kekesalan dimana ia memutuskan untuk berhenti bekerja. Tidak ketinggalan, Samantha (Kim Catrall) yang suka dengan brondong. Dari salah seorang pacarnya itu ia dikenalkan dengan sseorang konglomerat pengusaha hotel asal Abu Dhabi yang akhirnya memberikan Samantha job dan fasilitas terbang ke Abu Dhabi dengan penerbangan kelas satu, juga sekaligus boleh menginap di hotelnya yang mewah dan sangat mahal itu. Hal ini menjadi sempurna karena Samantha boleh mengajak ketiga sahabatnya! Lalu dimulailah petualangan mereka di Abu Dhabi..

Terus terang, saya mengira kalau Sex and the City 2 ini akan hancur-hancuran sekali. Karena melihat dari rating disana-sini yang semuanya rata-rata hanya mendapatkan nilai 3,5/10. Tapi setelah menontonnya langsung, saya masih merasa terhibur dengan film ini. Entah karena saya wanita atau bukan, tapi beberapa bagian film ini masih membuat saya tertawa. Meskipun harus saya katakan dengan jujur bahwa, saya jauh lebih menyukai yang pertama. Sekuelnya kali ini jauhhhh lebih buruk dibandingkan film pertamanya dua tahun lalu. Mulai dari cerita, chemistry antar pemain, lelucon-leluconnya, fashion yang ditampilkan, sampai pada penampilan pemeran utamanya. Plus, durasi yang kurang lebih dua setengah jam terasa terlalu panjang tanpa adanya greget yang berarti. Penampilan Sarah Jessica Parker disini sudah terlihat sangat tua, keriput sana sini, muka seperti banci, menyeramkan. Satu-satunya penolong dalam film ini hanya Kim Catrall, meskipun sudah tua tapi penampilan Kim masih terlihat hot sebagai Samantha. Setiap kali Kim muncul dalam adegan pasti ia mampu mencairkan suasana dan membuat penonton tertawa. Juga pemandangan Abu Dhabi yang eksotis. Overall, boleh-boleh saja menonton film ini sebagai hiburan. Untuk para lelaki yang tidak suka dengan wanita tua, tenang saja, karena penampilan sang 'nanny' disini sangat menggoda iman. :p





June 1, 2010

REVIEW: PRINCE OF PERSIA: THE SANDS OF TIME





































"Releasing the sand turns back time."

Film hasil adaptasi dari video games biasanya sangat mengecewakan, tapi ternyata Prince of Persia bisa mengubah pandangan itu. Film ini tidak seburuk yang saya kira. Tadinya saya fikir kalau film ini akan berakhir di lubang yang sama dengan film adaptasi video games lainnya. Hal ini juga yang membuat saya tidak langsung menonton ketika tayang di bioskop Jakarta, saya baru memutuskan untuk menonton hari ini. Keputusan saya untungnya tidak keliru, karena Prince of Persia bisa dibilang berhasil mengadaptasi video games dengan baik, meskipun saya sebelumnya tidak pernah bermain game ini. Filmnya menghibur dan sepasang pemeran utamanya benar-benar memanjakan mata.

Cerita film ini dimulai ketika King Sharaman (Ronald Pickup), raja Persia yang memutuskan untuk mengangkat seorang anak kecil di pasar bernama Dastan (Jake Gyllenhaal). Padahal sang raja sudah mempunyai dua orang anak lelaki bernama Tus (Richard Coyle) dan Garsiv (Toby Kebbell). Dastan tumbuh menjadi seorang pemuda dengan pribadi yang pemberani dan liar, ia lebih sering bermain dengan teman-temannya di perkampungan. Meskipun begitu, hubungan dengan kedua saudara tirinya termasuk baik. Suatu ketika, Tus memutuskan untuk menyerang daerah Alamut atas informasi yang diberikan oleh pamannya Nizam (Ben Kingsley). Dalam penyerangan itu secara tidak sengaja Dastan menemukan sebuah belati indah yang belakangan diketahui bahwa itu miliki putri Alamut, Tamina (Gemma Artenton). Belati ini ternyata memiliki kekuatan gaib yang bisa membawa pemiliknya kembali ke masa lalu. Karena belati ini juga Dastan akhirnya terjebak dalam sebuah situasi yang mengancam hidupnya.

Produser film ini, Jerry Bruckheimer memang dikenal sebagai salah satu top producer Hollywood. Biasanya film dan acara yang diproduseri Jerry entah bagaimana caranya pasti selalu berhasil menjadi Box Office dan menambah pundi-pundi uangnya. Mungkin juga Prince of Persia berhasil karena sentuhan dari sang produser ajaib ini? Mungkin saja. Meskipun dibekali cerita yang tidak istimewa dan mudah ditebak, buktinya Prince of Persia terbilang sukses. Pemilihan para bintang utama dalam film ini menjadi faktor utama kesuksesan. Lihat saja penampilan Jake Gyllenhaal benar-benar berubah total dalam film ini. Jake menjadi sosok heroik baru yang berbadan sixpacks, bahkan para werewolves dari Twilight saga pun sepertinya kalah telak. Begitu juga dengan Gemma Arterton yang sepertinya terlihat semakin cantik dari film ke film. Pasangan ini seperti punya daya tarik khusus untuk membuat penonton betah menonton Prince of Persia.

Terlepas dari plot cerita yang biasa-biasa saja, Prince of Persia berhasil menyuguhkan pemandangan gurun pasir yang indah. Cinematografi film ini juga baik, begitu juga dengan koreografinya. Hanya saja menurut saya adegan 'lompat-sana-lompat-sini' ala Dastan sedikit mengganggu alias 'lebay'. Humor yang disajikan juga terkesan nanggung. Tapi entahlah, secara keseluruhan film ini memang asik ditonton. Tipikal film Summer: menghibur. Dengan menyandang embel-embel 'diadaptasi dari video games', Prince of Persia pasti akan disaksikan dengan ekspektasi yang tidak terlalu tinggi dari penonton. Hal ini bisa menjadi nilai lebih, karena selesai menonton penonton akan balik memuji karena filmnya sendiri tidak seburuk yang mereka kira. Bisa dikatakan ini adalah salah satu film yang berhasil mengadaptasi video games dengan sangat baik. Setidaknya hasil gym Jake tidak sia-sia. :p