October 29, 2010

REVIEW: LIFE AS WE KNOW IT




































"A comedy about taking it one step at a time."

Katherine Heigl and Josh Duhamel at one frame? Ohh..I loveeee it! Saya tidak masalah dengan keputusan Heigl untuk terus bermain dalam film romantic-comedy karena memang ia sangat cocok di jalur ini. Lalu Duhamel juga membuktikan kalau ia bukan cuma bermodalkan 'pretty face'. Life as We Know It memang tidak istimewa dalam segi cerita, semua sudah tertebak, tapi itulan rom-com. Ketika menonton sebuah film rom-com, kita tidak perlu memusingkan alur cerita dan sebagainya, selama film tersebut bisa menghibur kita, menurut saya itu sudah cukup. Film ini menghibur saya mulai dari awal hingga akhir, terlepas dari cerita klise yang diusung, para pemain disini berhasil membangun chemistry yang enak untuk diikuti.

Beberapa tahun yang lalu Holly (Katherine Heigl) dan Messer (Josh Duhamel) diatur agar melakukan kencan buta oleh sahabat mereka masing-masing, Alison (Christina Hendricks) dan Peter (Hayes MacArthur). Namun sayang sekali, rencana tersebut gagal total, bahkan Holly dan Messer malah menjadi musuh bebuyutan yang saling cerca setiap kali bertemu. Sampai Alison dan Peter menikah dan mempunyai seorang bayi, mereka sering bertemu dalam berbagai acara keluarga. Suatu hari, Alison dan Peter mengalami kecelakaan dan meninggal. Pengacaranya membacakan wasiat yang bertuliskan bahwa hak asuh anak mereka, Sophie, jatuh ke tangan Holly dan Messer. Bagaimana bisa pasangan yang selalu bertengkar setiap kali bertemu ini harus tinggal dalam satu atap dan mengurus bayi? Namun perlahan benih cinta mulai tumbuh di hati mereka dan secara akhirnya mereka mulai terbiasa dengan keluarga kecil yang baru ini.

See? Tidak ada yang special dari segi cerita, siapapun yang menonton pasti sudah bisa menebak kemana cerita ini akan berakhir. Namun, lelucon-lelucon yang hadir dari awal film hingga akhir berhasil menghibur saya. Apalagi sang bayi, Clagett bersaudara, sangat lucu dan pintar sekali dalam berakting! Melihat tingkah pola bayi tersebut saja saya sudah sangat terhibur. Didukung juga dengan akting Heigl dan Duhamel yang tidak kaku, sepertinya chemistry diantara mereka terjalin dengan baik. Masalah ending yang sangat amat 'predictable', menurut saya tidak masalah. Menonton film rom-com memang terkadang harus mengesampingkan logika. Intinya, Life as We Know It merupakan sebuah tontonan yang seru untuk ditonton. Wajib tonton bagi anda yang memang pecinta rom-com, apalagi kalau fans berat Heigl dan Duhamel. Selamat nonton guys! :)





October 22, 2010

REVIEW: EAT PRAY LOVE




































"You don't need a man. You need a champion."

Eat Pray Love diangkat dari novel best seller berjudul sama karya Elizabeth Gilbert. Saya sendiri sudah membaca novelnya dan meskipun menurut saya novelnya tidak terlalu bagus, akan tetapi tema cerita yang merupakan 'based on a true story' pengarangnya membuat saya tertarik. Apalagi nama Bali memegang peran penting didalam cerita tersebut. Ketika mendengar kabar kalau Eat Pray Love akan difilmkan, tentu saja saya senang. Pemeran utamanya pun adalah nama-nama yang sudah tidak asing lagi seperti Julia Roberts, Javier Bardem, James Franco, dan Billy Crudup. Aktris kawakan asal Indonesia, Christine Hakim juga mendapatkan peran dalam film ini. Begitu juga dengan aktor baru asal Bali, Hadi Subiyanto. Entah karena harapan yang terlampau tinggi atau memang filmnya gagal, menurut saya visualisasi Eat Pray Love bahkan jauh lebih buruk ketimbang novelnya.

Liz Gilbert (Julia Roberts) sudah menikah dengan Stephen (Billy Crudup) dan memiliki kehidupan yang tampak sempurna. Suaminya tampan, tinggal di sebuah rumah yang bagus, karirnya sendiri juga sukses. Namun ada satu hal yang tiba-tiba terbesit di kepala Liz, apa dia bahagia dengan pilihan hidupnya ini? Tiba-tiba tanpa alasan yang jelas Liz memutuskan untuk bercerai dari Stephen, meninggalkan pekerjaannya, serta menjual segala harta benda yang dimilikinya untuk pergi berkeliling selama setahun penuh ke tiga negara, yaitu Italia, India, dan Bali; Indonesia. Tujuannya yaitu agar menemukan apa yang sebenarnya ia cari dalam hidup. Dalam perjalanannya di Italia, Liz sangat menikmati cita rasa makanan disana. Di India, Liz menemukan kekuatan doa dan hal-hal berbau religi. Terakhir di Bali, Liz berusaha menyeimbangkan hidupnya serta menemukan cinta sejatinya.

Tentu saja Liz bukanlah contoh yang patut ditiru, pemikirannya dan keputusan yang diambil mungkin terlihat seru dan menyenangkan, akan tetapi menurut saya terlalu naif. Apalagi karakternya terlihat seperti seorang yang plin plan dan tidak punya pendirian. Saya tidak tahu apakah kisah yang dialami sang pengarang buku betul-betul sama seperti yang tertulis di dalam buku, pastinya ada yang dikurangi dan ditambahkan. Kalau untuk review film ini, terus terang filmnya sendiri membosankan menurut saya. Scene di Italia masih lumayan menghibur, memasuki scene India, oh my God..saya bosan sekali. Rasanya ingin cepat-cepat memasuki scene Bali. Beruntung potret pemandangan Bali terlihat sangat indah, Ubud yang hijau dan rindang pasti membuat masyarakat luar negeri ingin berkunjung. Akting Julia Roberts termasuk baik, namun sepanjang film tidak ada chemistry yang dihasilkan sama sekali dengan lawan mainnya, mulai dari Crudup, Franco, sampai Bardem. Christine Hakim muncul hanya beberapa menit. Porsi lebih banyak didapatkan Hadi Subiyanto yang berperan sebagai Ketut Liyer. Hadi bermain sangat baik, meskipun ini film layar lebar pertamanya. Intinya, Eat Pray Love menurut saya gagal dalam proses eksekusi cerita novel ke layar lebar. Saya hanya menikmati pemandangan Bali dan senyum Hadi Subiyanto disini, ohh..dan tentu saja James Franco!





October 13, 2010

REVIEW: THE OTHER GUYS




































"I'm like a peacock, you gotta let me fly!"

The Other Guys tidak disangka-sangka berhasil menjadi sebuah tontonan yang menghibur saya. Tadinya saya tidak berniat menonton film ini, akan tetapi dikarenakan tidak mendapatkan tiket Step Up 3D, akhirnya saya pun memilih film arahan Adam McKay ini. Review-review yang telah ada sebenarnya lumayan baik, banyak yang menyatakan kalau mereka terhibur. Namun, saya memang tidak terlalu excited dengan film-film Will Farrell, jadi faktor itulah yang mungkin membuat saya jadi kurang tertarik juga untuk menyaksikan The Other Guys. Beruntung Will disandingkan dengan Mark Wahlberg disini, paling tidak saya masih lumayan menyukai Wahlberg. Setelah menonton, saya tidak menyesal. Filmnya ringan dan menghibur. Sejauh yang sudah saya tonton, mungkin inilah penampilan terbaik Will Farrell.

Film ini bercerita tentang dua orang Detektif NYPD, Christopher Danson (Dwayne Johnson) dan P.K. Highsmith (Samuel L. Jackson), yang sangat terkenal dan dicintai warga. Di lain tempat, dalam kantor polisi, ada juga Detektif Allen Gamble (Will Ferrell) dan Detektif Terry Hoitz (Mark Wahlberg). Dalam sebuah foto Danson dan Highsmith, kita bisa melihat Gamble dan Hoitz di kejauhan, blur dan tidak fokus. Mereka berdua bukan siapa-siapa, mereka hanya 'the other guys'. Di kantor pun, Gamble lebih sering membuat laporan tertulis ketimbang ke lokasi kejadian. Begitu juga dengan Hoitz yang jadi bulan-bulanan di kantor polisi karena kasusnya dulu yang pernah menembak kaki seorang atlit dengan tidak sengaja. Kerja sama antara Gamble dan Hoitz berangsur-angsur mulai membaik dan mereka berusaha mengungkap sebuah kasus yang disebut sebagai kejahatan terbesar di New York.

Awalnya saya merasa aneh melihat nama Will Farrell dan Mark Wahlberg disandingkan dalam satu film, akan tetapi ternyata chemistry mereka dalam film ini terasa begitu unik dan seru. Kalimat-kalimat humor yang dilontarkan oleh Mark Wahlberg dengan mimik muka datar sangat menghibur! Will Ferrel pun menurut saya bermain sangat baik disini, apalagi ia dan sang sutradara, Adam McKay, sepertinya memang cocok satu sama lain dan sudah sering berkolaborasi. Pada pertengahan film memang terasa sedikit bertele-tele, akan tetapi hal tersebut tidak terlalu fatal. Secara keseluruhan, The Other Guys memang mampu membuat saya tertawa dan melepaskan penat yang ada. Para pria juga pasti senang melihat kehadiran Eva Mendes yang 'super-hot' dalam film ini, sayang ia hanya muncul sebentar saja. Scene favorit saya? Tentu saja opening scene yang disuguhkan Dwayne 'The Rock' Johnson dan Samuel L. Jackson! Woohoo!





October 5, 2010

REVIEW: LEGEND OF THE GUARDIANS: THE OWLS OF GA'HOOLE 3D




































"On his way to finding a legend...he will become one."

Legend of the Guardians: The Owls of Ga'Hoole diangkat dari buku karangan Kathryn Lasky berjudul Guardians of Ga'Hoole. Ini merupakan film pertama dari trilogi yang sudah direncanakan. Saya menonton versi 3D, karena tentu saja 3D merupakan faktor utama yang dijanjikan film ini. Sang sutradara, Zack Snyder, juga termasuk salah satu faktor yang membuat saya penasaran akan bagaimana jadinya sebuah film animasi di tangan sutradara seperti dirinya. Snyder sudah pernah menyutradarai beberapa film yang lumayan saya sukai, sebut saja Dawn of the Dead (2004), 300 (2006), dan Watchmen (2009). Tahun 2011 mendatang akan ada dua proyek Snyder yang juga patut ditunggu, yaitu Sucker Punch dan sekuel lanjutan 300, Xerxes.

Film animasi ini bercerita tentang dua bersaudara Soren (Jim Sturgess) dan Kludd (Ryan Kwanten), burung hantu muda yang sedang belajar terbang. Tidak disengaja mereka yang sedang berlatih di dahan pohon malah terjatuh ke dasar dan tidak bisa naik kembali keatas. Akibatnya, mereka berdua diculik oleh sekawanan burung hantu jahat yang menyebut diri mereka 'Pure Ones'. Mereka dibawa ke sebuah tempat menyeramkan, dimana banyak burung hantu muda lainnya dihipnotis agar mau menjadi budak penguasa disana. Dengan bantuan dari Grimble (Hugo Weaving), Soren dan teman barunya Gylfie (Emily Barclay) berhasil kabur dan menuju ke Ga'Hoole. Konon Ga'Hoole merupakan sebuah tempat berkumpulnya para burung hantu baik, 'The Guardians'. Soren sudah sering mendengar cerita ini dan seakan terobsesi, namuan selama ini ia tidak tahu menahu tentang kenyataannya. Ia dan Gylfie pun lalu nekat terbang menuju Ga'Hoole, sedangkan Kludd lebih memilih menjadi prajurit bagi 'Pure Ones'. Di perjalanan, Soren dan Gylfie berkenalan dengan dua teman baru, Digger (Leigh Whannell) dan Twilight (Anthony LaPaglia). Mereka berempat berusaha menemukan Ga'Hoole guna menemui para penjaga disana dan meminta bantuan.

Seperti yang sudah saya bilang diatas bahwa faktor 3D merupakan faktor utama yang disuguhkan film animasi ini. Jalan ceritanya terbilang lumayan, namun tidak terlalu istimewa. Unsur komedi tidak terlalu terasa, demikian juga adegan pertempuran yang ada. Semua biasa-biasa saja. Namun, semua itu tertolong dengan adanya teknologi 3D yang baik disini. Adegan pertempuran dan beberapa adegan slow-motion terasa begitu indah dan 'eye-popping'. Latar belakang serta suasana pemandangan dalam film ini pun terlihat nyata dan sedap ditonton dibalik kacamata 3D. Penggambaran karakter-karakter burung hantu disini juga terbilang lucu dan mudah disukai penonton. Saran saya, jika ingin menonton film ini pilihlah yang versi 3D. Setidaknya anda bisa menikmati sensasi 3D yang ada. Namun, karena tahun 2010 ini banyak didominasi oleh film-film animasi dengan kualitas diatas rata-rata, tampaknya film animasi burung hantu Ga'Hoole ini tidak akan terlalu membekas di ingatan penonton. :)





October 3, 2010

Featured on LOOKS Magazine - October 'Movie Issue' as a 'LOCAL MOVIE BLOGGER'! :))


Maaf banget yaa udah lama gak update blog. Soalnya tanggal 22 - 27 Oktober kemarin saya liburan ke Bali. Hehe.. Pulang dari liburan belum sempet nonton lagi. Akan diusahakan untuk update secepatnya koq!

Tapi ada berita menyenangkan nih, soalnya blog Jagoan Movies masuk di majalah LOOKS bulan Oktober. Kebetulan LOOKS sedang mengangkat 'Movie Issue' jadi Jagoan Movies yang terpilih untuk masuk dalam pembahasan 'Local Movie Blogger'. Selain itu, saya juga menulis artikel bertajuk '11 Hot Movies in 2011'. Udah pada beli belum? Kalau belum, ayo beli guysss! :)

Saya juga mau mengucapkan terima kasih banyak untuk majalah LOOKS yang sudah mau memuat saya dan blog ini kedalam majalahnya, bahkan alamat blog ditaruh di cover pula. BIG BIG THANKS!!! *sooo happy*


(klik gambar untuk memperbesar)